Pada awal
ke-20, pemimpin-pemimpin Indonesia sadar bahwa perlawanan bersenjata tidak akan
berhasil.Apalagi jika perlawanan itu bersifat kedaerahan. Rasa persatuan dan
kebangsaan mulai berkembang. Suku-suku bangsa Indonesia sama-sama menderita di
bawah penjajahan. Penderitaan yang sama itu menimbulkan rasa persatuan.
Merekapun sadar bahwa mereka adalah satu bangsa.dan mempunyai satu tanah air.
Penjajahan
Belanda tidak lagi di lawan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan kekuatan
politik. Disamping itu, dilakukan usaha memajukan pendidikan, meningkatkan
ekonomi rakyat, dan mempertahankan kebudayaan. Seluruh rakyat diikutkan dalam
perjuangan. Mereka berhimpun dalam berbagai organisasi.
Latar belakang
pergerakan nasional
Pergerakan
nasional lahir dari penderitaan rakyat. Bangsa Indonesia terbelakang disemua
bidang. Mereka miskin,ekonominya dikuasai bangsa asing. Orang Indonesiapun
hidup dengan biaya 2.5 sen setiap hari. Dibidang Pendidikanpun Indonesia
tertinggal. Sebagian rakyat masih buta huruf. Jumlah sekolah lebih sedikit
dibandingkan jumlah penduduk.Lagi pula tidak semua orang bebas memasuki
sekolah. Rakyat biasa hanya bisa memasuki memasuki sekolah rendah pribumi.
Murid-murid diajar hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung, setelah tamat
mereka diangkat sebagai pegawai rendah dengan gaji yang kecil. Pendidikan yang
memakai sistem barat hanya boleh diikuti oleh anak pegawai yang bergaji besar,
anak bangsawan atau anak orang kaya.
Rakyat tidak
mempunyai tempat untuk mengadukan nasib. Penguasa-penguasa pribumi tidak
berkuasa lagi. Raja-raja dan para bupati hanya memerintah sesuai dengan
kehendak Belanda. Bahkan,banyak diantaranya dijadikan alat untuk menindas
rakyat.
Dalam keadaan
seperti itu, golongan pelajar tampil kemuka. Mereka adalah orang-orang
Indonesia yang mendapat pendidikan Barat. Mereka mempelopori dan memimpin
pergerakan nasional. Mereka berjuang di berbagai bidang. Ada yang berjuang di
bidang Politik, Ekonomi, maupun di bidang Pendidikan. Tujuan perjuangan itu
satu, yakni mencapai kemerdekaan bangsa dan tanah air.
Peristiwa-peristiwa
di dalam negeri berpengaruh pula terhadap Pergerakan Nasional. Peristiwa itu
antara lain kemenangan Jepang dalam perang melawan rusia pada tahun 1905,
Jepang bangsa Asia sedangkan Rusia bangsa Eropa(barat). Kemenangan Jepang itu
membuktikan bahwa bangsa Asia bisa mengalahkan bangsa Eropa. Revolusi cina dan
gerakan nsional India dan Filipina, mempengaruhi juga pergerakan nasional.
Revolsi Cina meletus pada tahun 1911. Golongan nasionalis Cina berhasil
mengalahkan Dinasti Manchu yang sudah lama menguasai negeri Cina. Dinasti
Manchu bukan orang cina asli.
Di India
terjadi gerakan nasional menentang penjajahan Inggris. Pemimipin terkemuka
India adalah Mahatma Gandhi.Di Filipina terjadi pula gerakan nasional menentang
penjajahan Spanyol.
Pergerakan Nasional
Latar Belakang:
* Max Havelaar karangan Douwes Dekker atau Multatuli
menentang praktek tanam paksa
di daerah Lebak, Baron van Hoevel mengkritik
penyelewengan tanam paksa.
* Theodore van Deventer, menuntut penghapusan tanam
paksa.
Dikenal sebagai politik etis atau politik balas budi.
Dilaksanakan th 1901:[edukasi, irigasi, transmigrasi]
* Untuk anak Eropa dan Bumiputera kelas atas ada
sekolah [HIS, MULO, AMS,
Kweekschool, STOVIA, THS]
* Pendidikan dianggap menaikkan status sosial anak
* Pendidikan menimbulkan golongan cendekiawan/pelajar
Perlawanan
Bangsa Indonesia
a. Sebelum tahun 1908 - bersifat lokal - tidak
menggunakan organisasi modern - bergantung kepada seorang pemimpin
b. Sesudah tahun 1908 - bersifat nasional -
menggunakan organisasi modern - tidak bergantung pada seorang pemimpin
Faktor pengaruh
tumbuhnya pergerakan nasional di Indonesia :
Faktor dari dalam
1. Penderitaan akibat praktek-praktek kolonialisme
yang menumbuhkan perasaan senasib dan sepenanggungan
2. Politik Etis menumbuhkan golongan cendekiawan dan
menjadi pelopor pergerakan nasional
Faktor dari luar
1. Kemenangan Jepang melawan Rusia dalam perang tahun
1905
2. Adanya pergerakan nasional di negara lain seperti
India, Fillipina, Cina, Turki
Klasifikasi
pergerakan nasional berdasar sifat gerakan:
Kooperatif : Kerjasama dengan penjajah
Non-Kooperatif : tidak bekerjasama dengan paragraf
Klasifikasi berdasar misi:
Sifat misi -
radikal [IP, PKI, PNI, Partindo, Gerindo] - moderat [PSII, PII, BU, Parindra]
Prinsip perjuangan - Kooperatif [BU, PSII, Gerindo] - Non-kooperatif [PKI, PNI,
Partindo] - Insidental [Parindra][ada pada saat dibutuhkan] Dasar gerakan
politik - Kebangsaan [PNI, Partindo, Parindra, BU, IP, Gerindo] - Internasional
[PKI] - Agama [PSII, PII]
ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL
Budi Utomo
Didirikan
tanggal 20 mei 1908 [sekarang Hari Kebangkitan Nasional] Didirikan dr. Sutomo,
dr. Ciptomangunkusumo, dan dr. Gunawan [pelajar STOVIA]
Sarekat Islam
Semula bernama SDI, yg didirikan di Surakarta 1909.
Oleh KH. Samanhudi
* Bidang agama dan perdagangan
* 1911, SDI berubah jadi Sarekat Islam.
* Dipimpin HOS. Cokroaminoto
* Tokoh lain: H. Agus Salim, Abdul Muis. Indische
Partij
* Didirikan RM. Suwardi Suryaningrat, dr Cipto
Mangunkusumo, EFE. Douwes Dekker, 1912, Bandung.
* Suwardi Suryaningrat mengkritik perayaan 100 tahun
kemerdekaan Belanda dengan tulisan Als ik een Nederlander was [andai aku
seorang Belanda]
* Kihajar Dewantara, dr. Cipto Mangunkusumo, Douwes
Dekker, dibuang ke Belanda.
Perhimpunan Indonesia [tadinya bernama Indische
vereeniging]
* Didirikan oleh pelajar Indonesia di negeri Belanda
1922.
* Tokoh: Moh. Hatta, Ahmad Subardjo, Natzir Pamontjak,
Abdul Majid Joyodiningrat.
* PI menuntut Indonesia Merdeka 1926, anggota PI
mengikuti Kongres Liga Anti Imperialisme di Brussel, Belgia. Pemimpin PI
akhirnya ditangkap Belanda, tetapikembali dibebaskan, karen tidak terbukti
bersalah
Indische Sociaal Democratische Vereeniging [ISDV]
*Dikembangkan Sneevliet
* ISDV melakukan penetrasi ke tubuh organisasi
pergerakan, antara lain SI, melalui Semaun dan Darsono.
* SI pecah jadi 2: * SI Merah condong ke paham
sosialis * SI putih mempertahankan asas dan tujuan SI
* Semaun adalah pimpinan SI Merah, setelah kelusr dari
SI Merah ia mendirikan PKI PKI berkaitan dengan komitern di Moscow, Uni Soviet.
* PKI mempengaruhi petani dan rakyat kecil
* 1926, pemberontakan PKI di Madiun. Oleh Alimin dan
Tan Malaka, tapi gagal.
PNI
* Didirikan tahun 1927, Bandung.
* Oleh pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie
Club dengan ketua Ir. Soekarno.
* PNI membahayakan Belanda. Maka tokoh-tokoh PNI
ditangkap dan dimasukkan dalam penjara Sukamiskin, Bandung. Dalam penjara Ir.
Soekarno menulis pidato "Indonesia Menggugat"
* Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono. Mr. sartono
kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo.
* Moh. Hatta yang tidak setuju pembentukan Partindo
membentuk PNI Baru
* Ir. Soekarno bergabung dengan Partindo.
* Ir. Soekarno ditangkap dan dibuang ke Endi, Flores.
Moh. Hatta dan Syahrir dibuang ke Bandaneira.
Organisasi yang bersifat kooperatif
PBI, GAPI, Parindra.
Perjuangan organisasi melalui Volksraad, 1918. Masa Gubernur Tjarda Van
Starkeborgh. Tujuannya mendapat perwakilan rakyat Indonesia dalam pemerintahan
Organisasi pergerakan dalam bidang sosial, pendidikan, keagamaan dan kewanitaan
* Muhammadiyah, Taman Siswa, INS, NU, Sekolah
Kautamaan Istri, Wanita Susilo, dll
* Organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan : Tri
Koro Dharmo[yang pertama], Jong sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa,
Jong Java, Jong Batak, Jong Pasundan,dll
MASA BERTAHAN PERGERAKAN NASIONAL
MENJELANG RUNTUHNYA HINDIA BELANDA
(1930-1942)
PENDAHULUAN
Sejarah Indonesia sejak tahun 1908 memulai babak baru,
yaitu babak pergerakan nasional. Hal itu ditandai dengan berdirinya Budi Utomo.
Tiga tahun setelah Boedi Oetomo lahir, tahun 1911 berdiri organisasi bagi
orang-orang Islam di Indonesia, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo oleh
Haji Samanhudi. Lalu namanya dirubah menjadi Sarekat Islam untuk menarik
anggota lebih banyak. Selain organisasi yang disebut diatas masih banyak
organisasi lain yang didirikan baik bersifat kooperatif maupun radikal, baik
yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Tetapi tujuan dari organisasi
tersebut hampir sama yaitu kemerdekaan Indonesia walaupun tidak terang-terangan
diungkapkan. Masa pergerakan nasional di Indonesia terbagi menjadi tiga masa.
Dari masa kooperatif, masa radikal, terakhir masa bertahan.
Banyak sekali organisasi-organisasi radikal yang
melakukan aksinya. Antara lain yaitu ISDV. ISDV adalah organisasi yang
berhaluan komunis. Pergerakannya sangat radikal. Organisasi pergerakan nasional
lainnya yang palin berpengaruh bagi perkembangan bangsa yaitu PNI. PNI
dipelopori tokoh yang sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan yaitu Bung Karno.
Tetapi akhirnya karena Gubernur Jenderal pada saat itu sangat reaksioner
terhadap pergerakan maka organisasi ini dinyatakan terlrang dan tokoh-tokohnya
diasingkan. PNI meruoakan organisasi yang terakhir yang menandai berakhirnya
masa pergerakan radikal.
A. BERAKHIRNYA MASA NONKOOPERASI
Pada masa awal tahun 1930-an pergerakan kebangsaan
Indonesia mengalami masa krisis. Keadaan seperti itu disebabkan beberapa hal.
Pertama, akibat krisi ekonomi atau malaise yang melanda dunia memaksa Hindia
Belanda untuk bertindak reaksioner dengan tujuan menjaga ketertiban dan
keamanan. Dalam rangka kebijakan itu, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
beberapa pasal-pasal karet dan exorbitante rechten secara lebih efektif. Kedua,
diterapkannya pembatasan hak berkumpul dan berserikat yang dilakukan pengawasan
ekstra ketat oleh polisi-polisi Hindia Belanda yang diberi hak menghadiri
rapat-rapat yang diselenggarakan oleh pattai politik. Selain itu juga dilakukan
pelarangan bagi pegawai pemerintah untuk menjadi anggota partai politik.
Ketiga, tanpa melalui proses terlebih dahulu Gubernur Jenderal dapat menyatakan
suatu organisasi pergerakan atau kegiatan yang dilakukannya bertentangan dengan
law and order sesuai dengan Koninklijk Besluit tanggal 1 September 1919.
Peraturan itu merupakan modifikasi dari pasal 111 R.R. (Regrering Reglement).
Keempat, banyak tokoh pergerakan kebangsaan di Indonesia yang diasingkan,
seperti Soekarno, Hatta, dan Syahrir.[1]
Hal diatas menjadi semakin parah ketika Hindia Belanda
diperintah Gubernur Jenderal yang konservatif dan reaksioner yaitu de Jonge
(1931-1936). . Periode awal 1932 sampai dengan pertengahan 1933 tidak hanya
ditandai oleh perpecahan gerakan nasionalis serta kegagalan usaha
pengintegerasian organisasi-organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi
politik yang semakin meningkat terutama sebagai dampak politik agitasi yang
dijalankan oleh Soekarno. Tetapi dalam hal ini, Gubernur Jenderal de Jonge
secara konsekuen menjalankan politik “purifikasi” atau “pemurnian” artinya
menumpas segaa kecenderungan ke arah radikalisasi dengan agitasi massa dan
semua bentuk nonkooperasi . Maka dari itulah gerak-gerik Partindo dan PNI Baru
senantiasa diawasi secara ketat. Aksi massa dan politik agitasi Soekarno selama
lebih kurang satu tahun dari pertengahan 1932 sampai pertengahan 1933 merupakan
titk puncak perkembangan Partindo. Jumlah anggotanya naik dari 4.300 menjadi
20.000 orang. Soekarno dkk juga melakukan safari ke 17 cabang di Jawa Tengah
untuk berbicara di muka rapat yang penuh sesak. Dalam pidatonya Soekarno banyak
membicarakan tentang kemerdekaan Indonesia.
Dalam situasi yang semakin panas dapat diduga bahwa
penguasa sudah siap untuk bertindak. Tindakan pertama adalah ialah
pemberangusan surat kabar Fikiran Rakyat pada tanggal 19 Juli 1933 yang membuat
sebuah cartoon. Pada 1 Agustus semua rapat Partindo dan PNI Baru dilarang dan
hari tu juga Soekarno ditahan. Selanjutnya pada bulan Desember 1933 Moh. Hatta
dan Sjahrir ditangkap. Dengan tangan besinya Gubernur Jenderal de Jonge hendak
mempertahankan otoritasnya, sehingga setiap gerakan yang bernada radikal atau
revolusioner tanpa ampun ditindasnya dengan alasan bahwa pemerintah kolonial
bertanggunng jawab atas keadaan di Hindia Belanda, dan baginya dibayangkan
bahwa dalam masa 300 tahun berikutnya pemerintah itu akan masih tegak berdiri .
Politik represifnya berhasil menghentikangerakan politik nonkooperasi sama
sekali.
Dalam hubungan ini perlu ditambahkan bahwa selama
dalam tahanan, Soekarno~menurut dokumen-dokumen arsip kolonial~telah menulis
surat kepada pemerintah Hindia Belanda sampai empat kali, yaitu tanggal 30
Agustus, 3, 21, dan 28 September yang kesemuanya memuat pernyataan bahwa dia
telah melepaskan prinsip politik nonkooperasi, bahkan selanjutnya tidak lagi
akan melakukan kegiatan politik. Sudah barang tentu hal itu menggemparkan kaum
nasionalis serta menimbulkan bermacam-macam reaksi. Ada yang penuh keheranan
atau kekecewaan, ada pula yang merasa jengkel atas perubahan sikap yang
berbalik 180 derajat itu.[2]
B. REORIENTASI STRATEGI DAN REORGANISASI PERGERAKAN
Pemerintah Hindia Belanda tidak bersedia memulihkan
hak politik bagi pergerakan nasional di Indonesia. Tetapi Hindia Belanda masih
membiarkan organisasi pergerakan yang moderat untuk hidup. Hal itu juga
disebabkan beberapa hal seperti menjamin demokrasi yang makin tumbuh pasca
Perang Dunia I, keamanan yang diciptakan organisasi itu, dan sebab-sebab
lainnya yang dianggap tidak merugikan pihak Hindia Belanda. Pemerintah Belanda
tidak hendak mematikan pergerakan di Indonesia. Mereka tahu bahwa perasaan
rakyat yang tidak tersalurkan karena dibungkam oleh pemerintah akan mencari
jalan lain yang dapat menimbulkan gerakan-gerakan eksplosif yang tidak
diinginkan. Pemerintah Hindia Belanda hanya hendak melemahkan aktivitas
prgerakan yang bersifat radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah
kolonial adalah semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis, yang dapat
digunakan sebagai alat untuk membendung perasaan rakyat yang membara dan
menyalurkan ke arah pergerakan yang tidak membahayakan kedudukan pemerintah Hindia
Belanda.[3]
Kita lihat bagaimana pemerintah Hindia Belanda tidak
menghilangkan pergerakan nasional di Indonesia tetapi dilemahkan dengan
mengadakan vergaderverbod (larangan berkumpul). Tokoh-tokoh pergerakan
Indonesia banyak yang diasingkan sehingga ruang gerak baginya dan organisasinya
semakin sempit. Akan tetapi hal itu tidak membuat pergerakan nasional berhenti.
Sementara itu suasana politik dunia semakin tegang,
tambahan pula Jepanag dengan pemerintahan militernya menjalankan pula politik
ekspansionisme di daerah pasifik. Baik di negeri Belanda maupun di Indonesia
kaum nasionalis menyadari bahwa dalam menghadapi fasisme tidak adaalternatif
lain daripada memihak demokrasi. Maka dari itu perjuangan melawan kolonialisme
dan imperialisme tidak lagi dilakukan secara mutlak bersikap anti. Ada
kebersamaan yang mendekatkan kaum nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu
mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul lebih
dahulu di kalangan Perhimpunan Indonesia yang mulai melakukan haluan kooperasi.
Pergerakan nasional yang berada di Indonesia juga mulai bersikap kooperatif.
C. AKTIVITAS PERGERAKAN
Sejak tahun-tahun 1930-an peranan lembaga politik
kolonial (Volksraad) makin meningkat. Lembaga itulah yang satu-satunya alat
yang dibenarkan pemerintah kolonial untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan
pelbagai golongan. Sebab itu suara yang muncul dalam volksraad yang berasal
dari golongan cooperatie itu sangat penting untuk mengetahui
pemikiran-pemikiran bangsa Indonesia sejak sekitar tahun 1930 sampai 1942.
Dalam masa dari tahun 1935 sampai 1942, partai-partai politik bangsa Indonesia
menjalankan taktik-taktik parlementer yang moderat. Hanya organisasi-organisasi
nonpolitik dan partai-partai yang bersedia bekerjasama dan setuju punya wakil
dalam dewan-dewan ciptaan Belanda yang terjamin mendapat sedikit kekebalan dari
gangguan pengawasan polisi. Dan satu-satunya forum yang secara relatif bebas
menyatakan pendapat politik adalah dewan perwakilan ciptaan pemerintah kolonial
Belanda itu. Dengan demikian, satu-satunya cara bagi gerakan nasionalis untuk
mengusahakan perubahan ialah dengan jalan mempengaruhi pemerintah kolonial
Belanda secara langsung melalui dewan tersebut, tidak dengan mengatur dukungan
massa.[4]
Tokoh-tokoh pergerakan mulai memunculkan ide tentang
pembentukan Fraksi Nasional di dalam volksraad. Akhirnya fraksi ini dapat
didirikan tanggal 27 Januari 1930 di Jakarta beranggotakan 10 orang yang
berasal dari daerah Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.
1. Petisi Soetardjo
Gagasan dari petisi ini dicetuskan oleh Sutardjo
Kartohadikusumo, Ketua Persatuan Pegawai Bestuur/ Pamongpraja Bumiputera dan
wakil dari organisasi ini di dalam sidang Volksraad pada bulan Juli 1936. Isi
petisi itu secara garis besar adalah tentang permohonan supaya diadakan suatu
musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Negeri Belanda di mana
anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.
Tujuannya adalah untuk menyusun suatu rencana yang
isinya adalah pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri
sendiri dalam batas pasal 1 Undang-undang Dasar Kerajaan Belanda. Petisi itu
ada yang menyetujui dan ada yang tidak. Kalau dari pihak Indonesia ada yang
tidak setuju, maka alasannya bukanlah soal isi petisi itu tetapi seperti yang
diajukan oleh Gesti Noer ialah caranya mengajukan seperti menengadahkan tangan.
Antara tokoh-tokoh Indonesia terjadi pro-kontra tentang petisi itu. Tetapi
akhirnya petisi Soetardjo ditolak oleh Ratu Belanda pada bulan November 1938.
2. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Meskipun akhirnya
Petisi Soetardjo itu ditolak, petisi itu ternyata mempunyai pengaruh juga yaitu
membantu membangkitkan gerakan masionalis dari sikap mengalah yang apatis yang
telah menimpanya sejak gerakan nonkooperasi dilumpuhkan. Suatu gagasan untuk
membina kerjasama diantara partai-partai poltik dalam bentuk federasi timbul
kembali pada tahun 1939. Pada tanggal 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian
konsentrasi nasional di Jakarta berhasilah didirikan suatu organisasi yang
merupakan kerjasama partai-partai politik dan organisasi-organisasi dengan
diberi nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). [7] Tujuan GAPI adalah
memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri dan persatuan nasional. Kemudian
tujuan itu dirumuskan dalam semboyan “Indonesia Berparlemen”. Sikap kurang menentukan
kemerdekaan itu disebabkan adanya keprihatinan atas kemungkinan meletusnya
Perang Pasifik. GAPI melakukan berbagai kampanye yang bertujuan menarik simpati
rakyat untuk mendukung perjuangannya di dalam ketatanegaraan. Pada tanggal 14
September 1940 dibentuklah komisi untuk menyelidiki dan mempelajari
perubahan-perubahan ketatanegaraan (Commissie tot bestudeering van
staatsrechtelijke). Komisi ini diketuai oleh Dr. F.H Visman, selanjutnya
dikenal dengan nama Komisi Visman. Pada awal pembentukannya, kalangan
pergerakan mempertanyakan keberadaan kegunaan komisi itu. Akhirnya Komisi
Visman menghasilkan laporan yang cukup tebal tentang berbagai tuntutan dan
harapan-harapan rakyat Indonesia. Laporan itu terbit pada tahun 1942 hanya
beberapa minggu sebelum kedatangan tentara Jepang ke Indonesia, sehingga
laporan tersebut tidak jelas nasibnya.
3. Mosi Thamrin
Pergerakan
nasional terus berkembang dengan semakin meningkat dan mendalamnya kesadaran
akan identitasnya. Dalam keadaan yang demikian, istilah-istilah Hindia Belanda
(Nederlandsch Indie), pribumi (Inlander), atau kepribumian (Inlandsch) sangat
sensitif di mata kaum pergerakan yang kesadaran akan identitasnya sudah
mendalam. Mosi Thamrin mengusulkan agar istilah-istilah tersebut diganti dengan
Indonesie (Indonesia), Indonesier (bangsa Indonesia) dan keindonesiaan
(Indonesisch), khususnya di dalam dokumen-dokumen pemerintah. Keberatan
pemerintah terhadap mosi ini adalah bahwa perubahan istilah itu membawa
implikasi politik dan ketatanegaraan, seperti apa yang termaktub dalam UUD
Kerajaan Belanda. Di samping itu ada argumentasi “ilmiah” ialah bahwa Indonesia
bukan nama geografis, dan bangsa Indonesia juga tidak menunjukan pengertian
etnologis.
D. SIKAP PEMERINTAH KOLONIAL
Dalam menanggapi berbagai bentuk petisi dan mosi dari
berbagai tokoh pergerakan yang melakukan kooperasi di dalam volksraad, ternyata
sikap pemerintahan kolonial sangat mengecewakan. Akibatnya bagi bangsa
Indonesia ialah pada satu pihak jurang antara pemerintah dan rakyat semakin
besar dan dipihak lain gerkan nasionalis semakin menyadari bahwa tidak dapat
lagi orang menruh harapan kepada penguasa kolonial. Jadi harus semakin
berpaling kepada masyarakat sendiri. Pada saat Belanda dikuasai Jerman
sedangkan di Asia terhadap ancaman Jepang semakin nyata, ternyata sikap
pemrintahan Belanda tetap tidak berubah. Pemerintahan kolonial Belanda ternyata
tidaklah sekhawatir yang diduga orang Indonesia mengenai situasi Internasional.
Pemerintah kolonial meremehkan ancaman dari Jepang Andaikata mereka takut
kalah, tidak ada kemungkinan ketakutan ini akan mendorong para penguasa
kolonial untuk merangkul kaum nasionalis, yang mereka benci dan curigai. Yang
paling mungkin dijanjikan Belanda ialah untuk mempertimbangkan perubahan
konstistusi setelah perang.