ASPEK HUKUM KEPAILITAN
A. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan
1.
Dasar Hukum
Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis
moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara
besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan
sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu
isi atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan
terdahulu.
Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan
diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk
hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU
No. 4 tahun 1998.
2. Pengertian
Kepailitan
Kepailitan berasal dari kata dasar pailit. Pailit adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar
utang -utang debitur yang telah jatuh tempo
Sedangkan Pengertian
Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum
terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana
yang diatur oleh Undang-undang.
B. Permohonan Kepailitan
1.
Syarat-Syarat Untuk
Mengajukan Permohonan Pailit
¨ Terdapat Lebih dari satu
Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
¨ Dari Hutang-utang
tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.
2.
Orang yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit
Si pailit adalah debitur
yang mempunyai dua orang atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar satu atau
lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pihak-pihak yang tergolong debitur atau seseorang yang
dapat dinyatakan pailit adalah:
a.
Siapa saja/ setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tigak menjalankan perusahaan.
b.
Badan hukum, baik yang berbentuk perseroan terbatas,
firma, koprasi,perusahaan Negara, dan badan-badan hukum lainnya.
c. Harta warisan
dari seseorang yang meninggal dunia dapat
dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya
itu berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada
saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya.
d.
Setiap wanita bersuami (si istri )yang dengan
tenaga sendiri melakukan suatu pekerjaan tetap atau suatu perusahaan atau
mempunyai kekayaan sendiri.
Seorang debitur hanya dikatakan
pailit apabila telah diputuskan oleh pengadilan Niaga. Pihak yang dapat
mengajukan permohonan agar seorang debitur dikatakan pailit adalah:
v
Debitur itu sendiri
v
Para kreditur
v
Jaksa penuntut umum
Permohonan dapat diajukan kepada
panitera pengadilan Niaga pada pengadilan negeri. Pengadilan Niaga yang
dimaksudkan adalah sebagai berikut. (pasal 2 UU No.4 Tahun 1998):
a.
Pengadilan dalam daerah hukumnya
meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur.
b.
Jika debitur meninggalkan wilayah
Republik Indonesia, pengadilan Niaga adalah pengadilan dalam wilayah hukum
tempat tinggal / kedudukan terakhirdari debitur.
c.
Dalam hal debitur adalah persero
suatu firma, pengadilan yang berwenang untuk memeriksa adalah pengadilan Niaga
dalam wilayah hukumnya/kedudukan firma tersebut.
d.
Dalam hal debitur tidak
berkedudukan di dalam wilayah Republik Indonesia, tetapi menjalankan profesi
atau usahanya dalam wilayah republik Indonesia, pengadilan yang berwenang
memutuskan perkara kepailitan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya.
e.
Dalam hal debitur adalah suatu
badan hukum, pengadilan yang berwenang memutuskan perkara kepailitan adalah
pengadilan yang meliputi tempat kedudukan hukumnya sebagaimana tertuang dalam
anggaran dasar badan hukum tersebut.
3. Tata
Cara Permohonan Kepailitan
Permohonan
pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, Surat
Permohonan berisikan antara lain :
v Nama,
tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan
v Nama,
tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur perusahaan yang berbentuk
perseroan terbatas.
v Nama,
tempat kedudukan para kreditor
v Jumlah
keseluruhan hutang
v Alasan permohonan.
Selanjutnya, dalam pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004
ditentukan bahwa panitera pengadilan, setelah menerima permohonan itu,
melakukan pendaftaran dalam registernya dengan memberikan nomor pendaftaran dan
kepada pemohon diberikan tanda bukti tertulis yang ditandatangani panitera.
Tanggal bukti penerimaan itu harus sesuai dengan
tanggal pendaftaran permohonan. Dalam jangka waktu 1 x 24 jam, panitera
menyampaikan permohonan kepailitan itu kepada ketua pengadilan untuk dipelajari
selama 2 x 24 jam untuk kemudian oleh ketua pengadilan akan ditetapkan hari
persidangan.
Setelah hari persidangan ditetapkan, para pihak
(permohonan dan termohon) dipanggil untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan.
Pemeriksaan harus sudah dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan
didaftarkan di kepaniteraan.
Dalam hal pemanggilan para pihak, pasal 8 ayat 1 UU
No. 4 tahun 2004 menentukan sebagai berikut :
Ø
Jika permohonan kepailitan
diajukan debitur, pengadilan tidak wajib memanggil debitur dalam persidangan.
Ø
Sebaliknya jika permohonan
diajukan oleh kreditor/ para kreditor atau kejaksaan, debitur wajib dipanggil.
Pemanggilan tersebut dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari
persidangan guna memberikan kesempatan kepada debitur untuk mempelajari permohonan
kepailitan.
Selama permohonan pailit belum ditetapkan oleh
Pengadilan, setiap kreditor atau jaksa, Bank Indonesia, Badan Pengawasan Pasar
Modal, Badan Pengawasan Pasar Modal atau Menteri Keuangan, yang mengajukan
permohonan dapat juga memohon kepada Pengadilan untuk:
a.
Meletakkan sita jaminan terhadap
sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur
b.
Menunjuk curator sementara, yang
bertugas:
1) Mengawasi
pengelolaan usaha debitur
2) Mengawasi
pembayarankepada para kreditur
3) Mengawasi
pengalihan atau penggunaan harta kekayaan debitur
Apabila dalam pemeriksaan terbukti bahwa debitur
berada dalam keadaan berhenti membayar, hakim akan menjatuhkan putusan
kepailitan kepada debitur. Putusan atau penetapan kepailitan harus sudah
dikeluarkan atau diucapkan paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal
pendaftaraan permohonan kepailitan, dan putusan ini harus diucapkan dalam
siding terbuka untuk umum.
Setelah keputusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim
yang memeriksa, pengadilan dalam jangka waktu dua hari harus memberitahukan
dengan surat dinas tercatat atau melalui kurir tentang putusan itu beserta
salinannya, kepada:
a.
Debitur yang dinyatakan pailit
b.
Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit
c.
Curator serta Hakim Pengawas
Di samping itu, dalam hal penetapan (putusan) telah
dikeluarkan, dalam jangka waktu paling lambat lima hari sejak tanggal
diputuskannya permohonan kepailitan, curator mengumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia dan sekurang-kurangnya dalam dua surat kabar harian yang
ditetapkan oleh Hakim Pengawas. Dalam pengumuman itu harus dikemukakan hal-hal
yang menyangkut:
ü
Ikhtisar putusan kepailitan
ü
Identitas, pekerjaan, dan alamat
debitur
ü
Identitas, pekerjaan, dan alamat
anggota sementara kreditur (apabila telah ditunjuk)
ü
Tempat dan waktu penyelenggaraan
rapat pertama kreditur
ü
Identitas Hakim Pengawas
Di samping itu, Panitera Pengadilan wajib
menyelenggarakan suatu daftar umum untuk mencatat setiap perkara kepailitan,
yang secara berurutan harus memuat:
a.
Ikhtisar putusan pailit atau pembatalan pailit
b.
Isi singkat perdamaian dan pengesahannya
c.
Pembatalan perdamaian
d.
Jumlah pembagian dalam pemberesan
e.
Pencabutan kepailitan dan
f.
Rehabilitasi, dengan menyebut tanggalnya masing-masing
Dalam putusan pernyataan kepailitan, selain dapat
menetapkan debitur dalam keadaan pailit, hakim juga dapat menetapkan curator
tetap dan Pengawas sepanjang diminta oleh debitur atau kreditor. Akan tetapi,
apabila debitur atau kreditor tidak meminta, Balai Harta Peninggalan (BHP)
bertindak selaku curator.
Dengan demikian, selain penetapan kepailitan, yang
akan ditetapkan dalam putusan hakim adalah sebagai berikut.
a.
Curator tetap
Pihak yang
dapat ditunjuk sebagai curator adalah:
1) Balai Harta
Peninggalan
2) Curator
lainnya, yaitu
a)
Perseorangan atau persekutuan
perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang
dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit, dan telah
terdaftar pada kementerian yang lingkup dan tanggung jawabnya di bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan
b)
Telah terdaftar pada kementerian
yang lingkup dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan
perundang-undangan.
Tugas Kurator adalah:
v Melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit
v Melakukan perhitungan utang debitur dan jika didasarkan mampu melakukan
pembayaran terhadap utang debitur pailit
v Melakukan penyegelan terhadap harta pailit dengan seizing Hakim Pengawas
Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul
penggantian curator, setelah memanggil dan mendengar curator lain dan atau
mengangkat curator tambahan atas:
1) Permohonan
curator sendiri
2) Permohonan
curator lainnya (jika ada)
3) Usul Hakim
Pengawas atau
4) Permintaan
debitur pailit
Di samping itu, pengadilan harus memberikan atau
mengangkat curator atas permohonan atau atas usul kreditor konkuren berdasarkan
rapat kreditor yang diselenggarakan oleh semua kreditor, dengan persyaratan
putusan tersebut diambil berdasarkan suara setuju satu perdua dari jumlah
kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih
dari (seperdua) jumlah piutang kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam
rapat tersebut. Selanjutnya, Zainal Asikin (2001:75-76) menyatakan bahwa tugas
Balai Harta Peninggalan (selaku curator,pen)
sebagai tersurat di atas, tampaknya cukup sederhana, tetapi di dalamnya
tersirat tugas yang cukup banyak, yang meliputi:
1)
Mengumumkan keputusan hakim
tentang kepailitan itu di dalam berita negara dan surat-surat kabar yang
disetujui oleh Hakim Komisaris
2)
Melakukan penyitaan terhadap
harta-harta si pailit, berupa perhiasan, efek-efek, surat-surat berharga, uang
tunai, dan benda-benda lainnya, kecuali barang-barang dalam Pasal 22 UU No. 37
Tahun 2004
3)
Menyusun inventarisasi harta
pailit dan daftar utang-piutang si pailit
4)
Membuka semua surat si pailit
yang berkenaan dengan harta si pailit
5)
Memberikan uang nafkah pada si
pailit (yang diambilkan dari harta pailit), setelah mendapat izin dari Hakim
Komisaris
6)
Menjual benda-benda si pailit
apabila dipandang bahwa benda-benda itu tidak tahan lama, dan hasil
penjualannya dimasukkan menjadi kekayaan (boedel) pailit
7)
Membuat suara akor (akkoord-perdamaian) setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari hakim komisaris, dan nasihat dari panitia para
kreditor
8)
Berhak untuk meneruskan
perusahaan si pailit atas izin dari hakim komisaris. Akan tetapi, apabila ada
panitia para kreditor panitia ini tidak dapat memberikan usul atau persetujuan
untuk meneruskan perusahaan si pailit tanpa perlu mendapat izin dari hakim
komisaris.
Dalam melaksanakan tugas ini, curator:
ü
Tidak diharuskan memperoleh
persetujuan dari dan menyampaikan pemberitahuan kepada si pailit
ü
Dapat mengajukan pinjaman dari
pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Dalam
melakukan pinjaman dari pihak ketiga, curator perlu membebani harta pailit
dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya, maka pinjaman harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan
Hakim Pengawas. Pembebanan harta pailit ini hanya dapat dilakukan terhadap
bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.
b.
Hakim Pengawas
Pihak yang dapat ditunjuk sebagai
Hakim Pengawas adalah seorang Hakim Pengadilan yang dianggap mampu menjalankan
tugasnya. Tugas Hakim Pengawas adalah:
1)
Memimpin rapat verifikasi
2)
Mengawasi pelaksanaan tugas
curator/Balai Harta Peninggalan, memberikan nasihat dan peringatan kepada
curator/Balai Harta Peninggalan atas pelaksanaan tugas tersebut
3)
Menyetujui atau menolak daftar
tagihan-tagihan yang diajukan oleh para kreditor
4)
Meneruskan tagihan-tagihan yang
tidak dapat diselenggarakan dalam rapat verifikasi kepada Hakim Pengadilan
Niaga yang telah memutus perkara tersebut
5)
Mendengar saksi-saksi dan para
ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan
6)
Memberikan izin atau menolak
permohonan si pailit untuk bepergian, meninggalkan tempat kediamannya
7)
Menentukan hari perundingan
pertama atau rapat verifikasi dengan kreditor
Hal-hal yang harus dibicarakan dalam rapat pertama
adalah sebagai berikut:
1)
Pencocokan utang, yaitu
mencocokan jumlah utang yang tercatat dalam perusahaan/ debitur pailit dengan
catatan para kreditor
2)
Penentuan kreditor konkuren,
yaitu kreditor yang diutamakan pembayaran utangnya. Pihak yang termasuk
kreditor konkuren adalah:
a)
Para pekerja dari perusahaan
pailit yang gaji/upahnya belum dibayar
b)
Para kreditor pemegang Hak
Pertanggungan Atas Tanah (HPAT)
3)
Mengadakan perdamaian. Hal yang
perlu untuk diusahakan agar tercapai perdamaian atau persetujuan para kreditor
adalah: pembayaran gaji, uang pesangon, dan uag penghargaan masa kerja
pekerja/buruh yang diberhentikan karena pailit dan penundaan pembayaran utang
debitur.
C. Putusan
Kepailitan
1. Upaya Hukum
terhadap Putusan Kepailitan
Berdasarkan UU
No. 37 Tahun 2004, upaya hukum yang dapat dilakukan berkenaan dengan adanya
putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah “kasasi” dan “peninjauan
kembali”.
Prosedur Kasasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Pemohon mengajukan permohonan
kasasi dalam jangka waktu delapan hari terhitung sejak tanggal putusan yang
dimohonkan kasasi ditetapkan dengan mendaftarkannya ke panitera pengadilan yang
telah menetapkan putusan pailit iu, dan kepada pemohon diberikan tanda terima
permohonan kasasi oleh panitera. Dan pemohon kasasi wajib menyampaikan memori
kasasinya kepada panitera pada saat permohonan kasasinya didaftarkan.
b.
Dalam waktu dua hari, panitera
wajib mengirimkan permohonan kasasi beserta memori kasasi itu kepada termohon
kasasi
c.
Termohon kasasi dalam waktu
paling lambat tujuh hari wajib menyampaikan kontra memori kasasinya kepada
panitera.
d.
Dalam waktu paling lambat empat
belas hari panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi dan kontra memori
kasasi ke Mahkamah Agung melalui Panitera Mahkamah.
e.
Mahkamah Agung paling lambat dua
hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi itu diterima mempelajari
permohonan tersebut, kemudian menetapkan hari siding.
f.
Siding permohonan kasasi
dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan kasasi didaftarkan
g.
Putusan permohonan kasasi itu
harus sudah ditetapkan paling lambat tiga puluh hari sejak permohonan kasasi
didaftarkan, dan keputusankan itu diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.
h.
Dalam waktu dua hari salinan
Putusan Mahkamah Agung yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang
mendasari putusan wajib disampaikan kepada Panitera Pengadilan Niaga, pemohon,
termohon, curator, dan Hakim Pengawas.
Selanjutnya,
mengenai prosedur peninjauan kembali dapat diuraikan sebagai berikut
a.
Permohonan peninjauan kembali harus
diajukan oleh pemohon atau ahli warisnya wakilnya yang khusus dikuasakan untuk
itu (advokat), paling lambat 180 hari sejak tanggal putusan yang dimohonkan
peninjauan kembali itu mempunyai kekuatan hukum yang tetap
b.
Permohonan diajukan ke Mahkamah
Agung melalui ketua Pengadilan Niaga yang memutus perkara tersebut
c.
Panitera Pengadilan memberikan
atau mengirimkan permohonan peninjauan kembali tersebut kepada pihak lawan
selambat-lambatnya dua hari terhitung sejak permohonan didaftarkan agar pihak
lawan dapat memberikan jawabannya. Dalam hal ini pihak lawan diberikan waktu
sepuluh hari untuk menyampaikan jawabannya
d.
Panitera menyampaikan permohonan
peninjauan kembali ke Panitera Mahkamah Agung dalam jangka waktu satu hari
terhitung sejak permohonan didaftarkan, dan bila ada jawaban dari termohon,
jawaban termohon itu harus disampaikan dan dikirim paling lambat dua belas hari
sejak permohonan itu didaftarkan. Mahkamah Agung harus telah memberikan
keputusan atas permohonan peninjauan kembali itu paling lambat tiga puluh hari
sejak pendaftaran. Dan keputusan itu harus sudah disampikan salinannya kepada
para pihak paling lambat 32 hari sejak permohonan itu diterima oleh Panitera
Mahkamah Agung.
2.
Akibat Hukum Putusan Pengadilan
Zainal Asikin,
menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal yang utama adalah
dengan telah dijatuhkannya putusan kepailitan, si debitur (si pailit)
kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya.
Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke tangan curator/Balai
Harta Peninggalan.
Namun, tidak
semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan pengurusannya ke curator/
Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini (kepalitan) adalah:
Ø Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya,
dan bahkan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya
Ø Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan,
sejauh yang dientukan oleh Hakim Pengawas
Ø Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya member nafkah.
(pasal 22 UU No. 37 tahun 2004)
Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan hukum apabila dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah
harta kekayaannya.
Apabila ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum
itu merugikan kekayaan pailit, curator/ Balai Harta Peninggalan dapat
mengumukakan pembatalan perbuatan hukum tersebut. Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004
menentukan sebagai berikut:
a.
Dalam hal pada saat penyataan
pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbale balik yang belum atau sebagian
dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada
curator untuk memeberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian
tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh curator dan pihak tersebut.
b.
Dalam hal tidak tercapainya
kesepakatan antara pihak tersebut dengan curator mengenai jangka waktu di atas,
Hakim Pengawas yang akan menetapkan jangka waktu tersebut
c.
Apabila dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan curator menyatakan kesanggupannya, curator wajib memberikan
jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Sebaliknya,
jika curator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan
pelaksanaan perjanjian, maka perjanjian tersebut dinyatakan berakhir dan pihak
yang bersangkutandapat menuntut ganti rugi dan akan diberlakukan sebagai
kreditor konkuren.
d.
Apabila dalam perjanjian
sebagaimana dimaksudkan di atas, telah diperjanjikan untuk menyerahkan benda
dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang
harus menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu
tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda tersebut belum menyerahkannya
setelah putusan pailit dikeluarkan, perjanjian tersebut menjadi hapus, dan
dalam hal pihak lawan (yang mengadakan perjanjian) dirugikan karena penghapusan
perjanjian tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor
konkuren untuk mendapatkanganti rugi.
e.
Dalam hal debitur telah menyewa
suatu benda, baik curator maupun pihak yang menyewakan barang/benda dapat
menghentikan perjanjian sewa, dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan
sebelum berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat istiadat setempat dalam
jangka waktu paling singkat Sembilan puluh hari. Jika pembayaran uang sewa
telah dilakukan, pemberitahuan perjanjian sewa tidak bisa dilakukan sebelum
habisnya jangka waktu pembayaran sewa tersebut. Sejak diputuskannya keadaan
pailit, uang sewa dinyatakan sebagai boedel pailit.
f.
Pekerja/buruh yang bekerja pada
debitur dapat memutuskan hubungan kerja, atau curator dapat menghentikan
hubungan kerja dengan mengindahkan perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku,
dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan
memberitahukan paling singkat 45 hari sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit
ditetapkan, upah kerja/buruh yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan
pailit dinyatakan sebagai utang boedel pailit
g.
Warisan dan hibah yang selama
kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh curator tidak dapat diterima
dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila menguntungkan harta pailit.
h.
Pembayaran suatu utang yang sudah
jatuh tempo hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran
mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau
dalam hal pembayaran utang tersebut merupakan akibat dari persengkokolan antara
debitor dengan kreditor dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut melebihi
kreditor lainnya. Jika pembayaran yang sudah diterima oleh pemegang surat
pengganti atau surat atas tunjuk karena memang sudah jatuh tempo, pembayaran
tersebut tidak dapat diambil kembali.
Dengan demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh debitur dan perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para
kreditor serta dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan
pailit ditetapkan, sedangkan perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan
debitur, (kecuali dapat dibuktikan sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa
perbuatan itu dilakukan dianggap mengetahui/sepatutnya mengetahui bahwa
perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Perbuatan hukum
tersebut:
a.
Merupakan perikatan dimana
kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perikatan tersebut
dilakukan
b.
Merupakan pembayaran atas atau
pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih
c.
Dilakukan oleh debitur perorangan,
dengan atau terhadap:
1)
Anggota atau istrinya, anak
angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga.
2)
Suatu badan hukum dimana debitur
atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam angaka 1 adalah anggota direksi
atau pengurus atau apabila pihak-pihak tersebut, baik sendiri-sendiri atau
bersama-sama, ikut serta secara langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut
paling kurang sebesar 5o% dari modal disetor.
d.
Dilakukan oleh debitur yang
merupakan badan hukum, dengan atau terhadap:
1)
Anggota direksi atau pengurus
debitur atau suami/istri atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga,
dari anggota direksi atau pengurus tersebut
2)
Perorangan baik sendiri atau
bersama-sama dengan suami/istri atau anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga
dari perorangan tersebut, yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung
dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50 % dari modal disetor
3)
Perorangan yang suami/istri atau
anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut secara langsung atau
tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50% dari
modal disetor
e.
Dilakukan oleh debitur yang
merupakan badan hukum/dengan atau terhadap badan hukum lainnya, apabila:
1)
Perorangan anggota direksi atau
penghubung pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama
2)
Suami/istri/anak angkat/keluarga
sampai derajat ketiga merupakan anggota direksi/pengurus pada badan hukum
lainnya, atau sebaliknya
3)
Perorangan anggota direksi atau
pengurus, anggota badan pengawas pada debitur, atau suami/istri/anak
angkat/keluarga sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak
langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal
disetor
4)
Debitur adalah anggota
direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
5)
Badan hukum yang sama, atau
perorangan yang sama, baik bersama, atau tidak dengan suami atau istrinya, dan
atau para anak angkatnya dan keluarga sampai derajat ketiga ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang
sebesar 50% dari modal disetor
f.
Dilakukan oleh debitur yang
merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lainnya dalam kelompok
badan hukum di mana debitur merupakan anggotanya.
Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat
hukum dijatuhkannya putusan kepailitan, adalah hal-hal yang berkaitan dengan
sebagai berikut.
a.
Penghibahan
Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan
debitur dapat dimintakan pembatalan apabila curator dapat membuktikan bahwa
pada saat hibah tersebut dilakukan, debitur mengetahui atau patut mengetahui
bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkankerugian bagi kreditor (pasal 44 UU
No. 37 Th 2004).
b.
Pembayaran utang yang belum dapat
ditagih (belum jatuh tempo), atau debitur melakukan perbuatan yang tidak wajiib,
perbuatan itu dapat dibatalkan demi keselamatan harta pailit. Hal tersebut
harus dibuktikan bahwa pada waktu dilakukannya perbuatan tersebut, baik debitur
maupun pihak ketiga mengetahui bahwa perbuatannya (debitur) itu akan merugikan
pihak kreditor (pasal 45 UU No. 37 Th 2004).
3. Berakhirnya
Kepailitan
Suatu kepailitan dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal
sebagai berikut.
a.
Akur
Debitur pailit berhak untuk
menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. Rencana perdamaian tersebut
wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan
piutang.
Keputusan rencana perdamaian
diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih dari seperdua jumlah
kreditor konkuren yang hadir dalam rapat
dan yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih dari seperdua
jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor dan mewakili paling paling
sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor yang mempunyai hak suara
menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam jangka waktu paling sedikit
delapan hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, harus diselenggarakan
pemungutan suara kedua. Pada pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada
suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib
dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan panitera
pengganti. Berita acara rapat tersebut harus memuat:
1) Isi perdamaian
2) Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
3) Suara yang dikeluarkan
4) Hasil pemungutan suara, dan
5) Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)
Setiap orang yang berkepentingan
dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita acara rapat yang disediakan paling lambat
tujuh hari setelah tanggal berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan.
Isi perdamaian
yang termuat dalam berita acara perdamaian harus dimohonkan pengesahan kepada
pengadilan yang megeluarkan keputusan kepailitan. Pengadilan harus mengeluarkan
penetapan pengesahan paling lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang
pengesahan. Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:
·
Harta debitur, termasuk benda
untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar
daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian
·
Pelaksanaan perdamaian tidak
cukup terjamin, dan
·
Perdamaian itu terjadi karena
penipuan, atau persengkongkolan dengan satu atau lebih kreditor, atau karena
pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur
atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat (2) UU
No.37 Th 2004).
Selanjutnya,
dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik kreditor yang
menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam jangka waktu delapan
hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya,
dalam hal rencana perdamaian sisahkan atau dikabulkan, dalam jangka waktu
delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:
Ø
Kreditor yang menolak perdamaian
atau yang hadir pada saat pemungutan suara
Ø
Kreditor yang menyetujui
perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai berdasarkan
alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004 diatas
b.
Insolvensi
Insolvensi merupakan fase
terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di mana harta kekayaan
(boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil penjualannya akan
dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam
akor.
Dengan adanya insolvensi
tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa curator/Balai Harta Peninggalan mulai
mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit,yaitu:
1)
Melakukan pelelangan atas seluruh
harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang si pailit yang
mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana penjualan terhadap harta pailit itu
dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim
Komisaris
2)
Melanjutkan pengelolaan
perusahaan si pailit apabila dipandang menguntungkan, namun pengelolaan itu
harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris
3)
Membuat daftar pembagian yang
berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama
kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran yang akan dilakukan
terhadap tagihan tersebut
4)
Melakukan pembagian atas seluruh
harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
Dengan demikian, apabila
insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai
dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur kemudian
akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah pengawasan
curator/Balai Harta Peninggalan.
DAFTAR PUSTAKA
Asyhadie,
Zaeni,. 2005. Hukum Bisnis : Prinsip dan
Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta. PT.Raja Grafindo Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar