Abstract
This
study is to determine how the legal protection for consumers in e-commerce,
remedy what he would do if harmed consumers in e-commerce and how it should be
the model for consumer protection in e-commerce. This study is a
normative-empirical, research by reviewing legislation related to the issue and
through literature.
The
results of this study found there are still consumer protection in e-commerce law,
namely the existence of UUPK, KUHPerdata, KUHPidana and UU ITE. Remedies do consumer
e-commerce if they are disadvantaged in ecommerce is the easiest and most
practical is kompalian directly to the online store or business actors directly
or can make a complaint to the Indonesian Consumers Foundation, or prosecution
by civil or criminal actions can be done. The model is expected to support all
stakeholders in e-commerce is the web design is nice and informative, consumer
protection in the use of digital signatures, transactions, or trading in
E-commerce insured, their supervision of trading on the Internet / E-Commerce,
and formed Organization dispute settlement E-Commerce as badang in the
settlement issue.
Keywords: Consumer, Online Entrepreneur, E-Commerce.
ABSTRAK
Penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam e-commerce, upaya hukum apa yang akan dilakukan konsumen jika dirugikan dalam e-commerce dan
bagaimana seharusnya model perlindungan konsumen dalam e-commerce. Penelitian
ini adalah normatif-empiris, penelitian dengan meninjau undang-undang yang
terkait dengan masalah tersebut dan melalui studi pustaka.
Hasil penelitian ini ditemukan masih ada perlindungan konsumen dalam e-commerce
secara hukum yaitu adanya UUPK,
KUHPerdata, KUHPidana Dan UU ITE. Upaya hukum yang dapat
dilakukan konsumen e-commerce jika mereka dirugikan dalam ecommerce yaitu yang
paling gampang dan praktis adalah kompalian langsung kepada toko online atau
pelaku usaha secara langsung atau dapat mengajukan aduan kepada
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, atau penuntutan dengan perdata maupun
pidana dapat dilakukan. Model yang diharapkan mendukung semua pihak dalam e-commerce
adalah adanya design web yang bagus dan informative, perlindungan konsumen
dalam penggunaan digital signature, transaksi atau perdagangan dalam E-commerce
diasuransikan, adanya pengawasan perdagangan dengan internet/E-Commerce, dan
dibentuk Lembaga penyelesaian sengketa E-Commerce sebagai badang dalam
penyelesaikan persoalan.
Kata kunci: Konsumen, Pengusaha
Online, E-Commerce.
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga paper ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya, khusunya kepada dosen mata kuliah Hukum Bisnis, Ibu Cahaya Nugrahani,
S.E., M.Si.
Dan harapan saya semoga paper ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi paper agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya. Saya yakin masih banyak kekurangan dalam paper ini, Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan paper ini.
|
PENDAHULUAN
Saat ini penggunaan internet sudah menjadi
bagian dari kehidupan dunia terutama manusia modern, tidak terkecuali
masyarakat Indonesia, dari 250 juta jumlah penduduk Indonesia, ±50 juta pengguna
internet terekam oleh bank data. Hal ini dikarenakan bagi masyarakat modern
saat ini banyak sekali sisi segala kegiatan dari kehidupan dapat dilakukan
dengan teknologi internet, malah sangat tergantung pada akses internet.
Ketergantungan kehidupan masyarakat modern di
era global saat ini identik dengan global communication network.
Kegiatan mulai dari akan tidur hingga bangun tidur hampir seluruhnya berkaitan dengan
akses internet. Mulai dari para pelajar, mahasiswa, guru, dosen, professional
muda, pegawai dan terutama sekarang ini pedagang, yang mana konsep perdagangan
saat ini sudah jauh dari konsep perdagangan awal yaitu barter. Tidak
terbayangkan bahwa saat ini, manusia dalam kegiatan perdagangangan,
transaksinya dapat melalui dunia maya. Di mank tidak diperlukan lagi pertemuan
antara penjual dan pembeli. Semua transaksi dari awal hingga akhir akad
transaksi dapat dilakukan di tempat masing-masing, sehingga tidak ada lagi
biaya transportasi dan akomodasi, diharap hal ini dapat menghemat biaya, yang
pada akhirnya diharapkan harga jual dapat lebih bersaing.
Saat ini hampir seluruh produk dapat diperdagangkan
melalui internet. Pemanfaatan perdagangan melalui perusahaan yang bergerak di
bidang jasa penjualan seperti berniaga.com dengan atau sejenisnya yang
menampung seluruh produk individu. Ini dapat disamakan secara fisik dengan
gedung Mall. Ada juga yang menjual atau mengiklankan produknya melalui social
media seperti face book, balck barry manssenger atau tweeter dan lainnya. Melalui
akses ini, semua biaya free bagi penjual dan diharapkan dapat memperluas daerah
penjualan. Harga yang ditawarkan plus ongkos kirim, sehingga penjualan e-commerce
membuka peluang bisnis lain yaitu jasa pengiriman. Kegiatan kantor pos dapat
berdenyut lagi
yang selama
ini vakum.
Sayangnya karena sedang trend, masyarakat
berbondong-bondong belanja on line karena merupakan sesuatu yang baru. Karena
tidak adanya tatap muka antara penjual dan pembeli, karena pembeli/konsumen
tidak dapat memlihat secara langsung barang yang akan dibeli, sehingga jika
terjadi kekecewaan saat barang sudah diterima, pihak konsumen tidak dapat mengklaim
karena berada dipihak yang lemah, konsumen hanya menjadi obyek yang
dieksploitasi dari produsen. Jika terjadi klaim, Produsen akan berkilah jika
produk yang dijualnya sudah dengan rinci diberi spesifikasi.
Produesn memanfaatkan keinginan konsumen yang
menginginkan kemudahan dalam berbelanja kebutuhan dan keinginannya. Menggunakan
kecanggihan visual teknologi dan informasi, membuat sebuah produk akan semakin
menarik. Kemanjaan yang luar biasa disediakan untuk konsumen. Bagi konsumen, sebenarnya
saat ini waktu yang sangat sempit untuk melakukan kegiatan shoping karena
kesibukan pekerjaan, karena kemacetan di jalan membuat belanja on line menjadi
pilihan. Belanja on line tidak dapat dilkukan oleh semua orang, yang dapat
mengoperasikan computer, yang memiliki hand phone jenis tertentu dan akses
internet yang dapat melakukannya. Orang-orang yang memiliki ketrampilan itu umumnya
memiliki tingkat pendidikan yang tidak rendah, nanmun jika tidak teliti dan
berhati-hati tetap akan menjadi obyek eksploitasi. Saat transaksi terjadi dan
barang sudah di terima, barang yang tidak sesuai dengan speech, konsumen tidak
dapat mengklaim. Umumnya konsumen hanya bisa menerima begitu saja. Masalah
klaim yang umumnya dialami oleh konsumen dalam bidng hukum dalam transaksi e-commerce
:
1.
Otentikasi subyek hukum yang membuat
transaksi melalui internet;
2.
Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan
mengikat secara hukum ;
3.
Obyek transaksi yang diperjualbelikan;
4.
Mekanisme peralihan hak;
5.
Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak
yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung
seperti perbankan, internet service provider (isp), dan lain-lain;
6.
Legalitas dokumen catatan elektronik serta
tanda tanan digital sebagai alat bukti
7.
Mekanisme penyelesaian sengketa;
8.
Pilihan hukum dan forum peradilan yang
berwenang dalam penyelesaian
Dalam penjelasan Umum UU Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan konsumen (UUPK) faktor yang sering terjadi dalam
eksploitasi konsumen e_commerce adalah minimnya pengetahuan konsumen akan
kesadaran hukum atas hak konsumen, selain itu persepsi masyarakat bahwa urusan hukum
akan sangat membuat bertambahnya rumit urusan, tidak ada jaminan bahwa jika
diklaimkan urusan konsumen akan selesai sesuai dengan harapan. Berurusan dengan
hukum seperti melakukan pekerjaan sia-sia. Kesulitan konsumen untuk menghubungi
pihak yang dapat membantu urusan hak-hak sebagai konsumen selain itu biaya yang
tidak kecil jika menghubungi lembaga perlindungan konsumen. Perjanjian baku
yang siap ditanda tangani pada e_commerce dibuat oleh pelaku usaha dengan
ketentuan baku yang tidak informative dan tidak bisaapat ditawar. Hal ini yang
membuat transaksi e-commerece seperti jalan di tempat.
Seandainya perdagangan e_commerce dikelola
dengan baik oleh pemerintah dan pelaku perdagangan tidak menutup kemungkinan
e_commerce dapat menghemat banyak biaya/efisien dan dapat menjadi pilihan dalam
bertransaksi masyarakat modern.
Berdasarkan kondisi diatas, upaya
pemberdayaan konsumen menjadi sangat penting. Untuk mewujudkan pemberdayaan
konsumen akan sangat sulit jika mengharapakan kesadaran dari pelaku usaha terlebih
dahulu. Karena prinsip yang dianut oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
perekonomiannya adalah prinsip ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan yang
semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Artinya, dengan pemikiran
umum seperti ini, sangat mungkin konsumen akan dirugikan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Dari latar belakang masalah diatas, dapat
ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen
dalam e-commerce ?
2.
Upaya hukum apa yang akan dilakukan konsumen jika
dirugikan dalam e-commerce?
3.
Bagaimana model perlindungan konsumen dalam e-commerce?
Tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi
konsumen yang melakukan transaksi dalam e-commerce berdasarkan peraturan
yang ada
2.
Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh oleh
konsumen yang dirugikan dalam melakukan transaksi melalui e-commerce
3.
Untuk mengetahui bagaimana sebaiknya model perlindungan
konsumen dalam e-commerce
Manfaat penelitian adalah
sebagai berikut :
1.
Secara Teoritis
Secara teoritis dapat menjadi bahan masukan bagi
penyusunan peraturan tentang perlindungan konsumen khususnya perlindungan hukum
dalam e-commerce serta dapat menambah dan memperkaya pengetahuan tentang upaya hukum
yang dapat dilakukan oleh konsumen e-commerce jika konsumen dirugikan dalam
transaksi itu. Karena semakin hari semakin banyak baik pelaku usaha maupun
konsumen yang tertarik dalam transaksi e-commerce, maka hasil penelitian ini
kiranya dapat menambah pengetahuan tentang model perlindungan ke depan yang
lebih aman dan terlindungi posisi konsumen.
2.
Secara Praktise
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pendukung dalam
perlindungan konsumen khususnya dalam e-commerce, dan diharapkan pula menjadi
masukan bagi peneliti lain yang akan membahas tentang perlindungan konsumen
khususnya dalam e-commerce. Juga menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian
lebih lanjut tentang perlindungan konsumen e-commerce yang belum dibahas dalam penelitian
ini bagi peneliti yang akan datang.
Dalam penyusunannya, paper ini
menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengambilan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.
Teknik pengambilan data yang
digunakan dalam paper ini adalah studi pustakaan. Studi
kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang
diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan
penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan,
ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis
baik tercetak maupun elektronik lain.
PEMBAHASAN
Berbelanja lewat internet atau e-commerce
akhir –akhir ini banyak dilakukan oleh para konsumen yang membutuhkan
sesuatu baik barang ataupun jasa. Dengan semakin populernya e-commerce,
maka semakin banyak para konsumen yang akan melakukan transaksaksi dengan e-commerce
ini, tetapi dalam jual-beli jarak jauh seperti ini, kecurangan dapat
terjadi dan dengan demikian konsumen harus dilindungi. Kecurangan- kecurangan
tersebut dapat terjadi menyangkut keberadaan penjual, menyangkut barang yang
dibeli, dan menyangkut purchase order dan pembayaran oleh pembeli.
Kecurangan yang menyangkut keberadaan penjual misalnya bahwa penjual, virtual
store yang bersangkutan merupakan toko fiktif. Menyangkut barang yang
dikirim kepada pembeli, terjadi kelambatan pengiriman yang berkepanjangan,
terjadi kerusakan atas barang yang dikirimkan atau barang yang dikirim cacat
dan lain-lain. Purchase order dan
pembayaran oleh pembeli disangkal oleh penjual kebenarannya. Misalnya penjual
hanya mengakui bahwa jumlah barang yang dipesan kurang dari yang tercantum
didalam purchase order yang dikirimkan secara elektronik dan atau harga per
unit dari barang yang dipesan oleh pembeli dikatakan lebih tinggi dari pada
harga yang dicantumkan di dalam purchase order.
Kerugian yang dialami
oleh para konsumen tersebut adalah kondisi barang yang mereka terima tidak
sesuai dengan penawaran lewat layar internet. Untuk pembelian baju, ukuran
tidak sesuai dengan standart yang ada. Selain itu kelambatan pengiriman paling
banyak dikeluhkan oleh para konsumen e-commerce.
Dipandang dari sisi
pelaku bisnis atau pengusaha atau penjual dalam e-commerce ini merupakan
peluang usaha yang menarik sebab tidak perlu penjual itu mempunyai toko yang
representative yang membutuhkan banyak modal untuk penampilan fisiknya, cukup
dengan memiliki gudang guna menyimpan stock barang dagangannya. Tetapi tidak
menutup kemungkinan pelaku bisnis yang mempunyai toko secara fisik juga ikut membuka
toko online.
Seperti tadi sudah
dikatakan bahwa konsumen dapat saja mengalami kerugian baik dalam jual–beli
langsung maupun dalam e-commerce, untuk melindungi posisi konsumen dalam
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 dan pasal 5 mengatur
mengenai hak dan kewajiban konsumen. Hak konsumen yang ada dalam pasal 4 UUPK
adalah :
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keslamatan dalam
mengkonsumsi barang dan jasa.
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/jasa.
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak deskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugidan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainya
Melihat hak konsumen yang
ada dalam pasal 4 UUPK tersebut, akan timbul pertanyaan sudahkah para pelaku
bisnis e-commerce menjaminnya ?
Sebagai contoh PT Bhineka
Mentari Demensi sangat mengutamakan konsumennya yaitu antara lain dengan memberikan
garansi untuk menjamin barang yang dijual kepada konsumennya. Toko ini menjual
perangkat computer, Handphone, printer dan sebagainya, konsumen lebih banyak
membeli perangkat computer secara online di www.bhineka.com.
Konsumen diberi pilihan apakah belanja secara online melalui shooping
card dan atau belanja melalui via sms, atau e-mail. Konsumen di daerah
sangat dimudahkan dengan adanya Toko Bhineka dimana konsumen dapat belanja
online. Prosedur konsumen dalam belanja online di toko Bhineka :
Ø Klik produk yang jadi
pilihan dengan menekan tombol beli di halaman product list, tombol buy di halaman
detail product atau di halaman mana saja yang ada salah satu diantara kedua
tombol itu. Produk yang dipilih masuk ke dalam table Shopping Card.
Ø Langkah selanjutnya klik
tombol-tombol tersebut, maka barang yang dipilih akan masuk dalam Shopping Card
pemesanan. Jika belum paham prosesnya tersedia fasilitas manual Shopping Card.
Ø Tahapan konsumen
selanjutnya apabila sudah menentukan barang yang akan dibeli, selanjutnya yang
perlu konsumen lakukan adalah proses pembayarannya. Konsumen dalam melakukan
pembayaran barang yang paling sering yaitu memlalui proses pembayaran secara
transfer melalui bank, bayar ditempat (cod) dan kartu kredit atau debit. Khusus
konsumen yang melakukan transfer melalui bank, konsumen dapat melakukan dengan
transfer lewat ATM Bank Madiri, BCA dan BII Internet Banking.
Ø Pihak Bhineka melakukan pengiriman
barang setelah pihak konsumen menyelesaikan proses pembayaran. Pihak konsumen
yang berada di luar kota, barang yang telah siap dikirim ke ekspedisi, dalam
hal ini misalnya TIKI. Menurut tata kerja TIKI, bila pengiriman regular maka
dalam waktu 2-3 hari barang sampai ke kota besar (tujuan). Selanjutnya dari
kota besar baru didistribusikan ke kota kecil pada hari berikutnya. Hari
dihitung berdasarkan hari kerja, dan penerima pengiriman untuk diproses pada
hari yang sama adalah sebelum jam 12.00. jika melewati waktu tersebut, berarti
akan diproses hari berikutnya. Sebagai contoh misalnya ada konsumen yang
berdomisili di Lhoseumawe, Aceh dan memesan barang hari Kamis pagi. Barang akan
dikirim ke Banda Aceh dalam waktu 2-3 hari, berati diterima hari senin di Bnda
Aceh dan baru akan dikirimkan ke Lhoseumawe pada hari Selasa atau Rabu. Daerah
yang jadwal penerbangannya sangat terbatas, pengiriman bias lebih lama. Contoh lain
seperti Timika-Papua yang bisa memakan waktu hingga 14 hari. Sedangkan untuk
kota- kota besar dalam jalur penerbangan, barang biasanya bias diterima dalam
waktu 2-3 hari atau keesokan hari bila memakai jasa ons (over night
service).
Toko Bhineka memberikan garansi atau
jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen. Lagi pula setelah konsumen selesai
melakukan pembelian barang secara online maka akan segera
dikirimkan pesan melalui email untuk tanda bukti bahwa konsumen telah membeli
barang ditempat
pelaku usaha. Dalam hal ini jelas sebenarnya konsumen sudah terlindungi jika
diihat dari proses yang cukup aman dari pelaku usaha. Selain itu
konsumen juga dapat menggunakan tanda bukti itu, apabila kondisi
barang yang diterima dalam kondisi yang tidak baik, konsumen dapat menggunakan
hak nya untuk menukar
barang dengan mengirimkan kembali barang tersbut dengan disertai tanda bukti
pemesanan barang
yang telah konsumen terima sebelumnya.
Jika para pelaku usaha
online mengerti dan menerapkan hak konsumen dan menjamin hak –hak konsumennya
maka masalah perlindungan konsumen akan terjamin. Hal ini dilakukan oleh para
pelaku bisnis karena mereka memahami etika dalam berbisnis. Tetapi masih banyak
pengusaha toko online yang belum menyadari kewajiban untuk melindungi
hak–hak konsumen. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kerugian bagi konsumen
sebab posisi konsumen jauh dari pelaku usaha online .
Menurut pendapat penulis
meskipun dalam UUPK sudah mengatur tentang hal- hak konsumen yang harus
diperhatikan oleh pengusaha online tetapi belum ada pengawasan bisnis e-commerce
ini, kurangnya sosialisasi mengenai Undang- undang Perlindungan Konsumen
baik kepada para pelaku usaha maupun kepada konsumen, sehingga pelanggaran
masih sering terjadi. Perlindungan konsumen terdapat juga dalam pasal 8 UUPK
mengenai beberapa perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu
dilarang memperdagangkan barang dan/jasa yang :
1.
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang disayaratkan oleh peraturan perundangundangan.
2.
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih
atau neto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label
atau stiker barang tersebut.
3.
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
timbengan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
4.
Tidak sesuai dengan kondisi jaminan,
keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, keterangan
atau etiket barang dan/jasa tersebut.
5.
Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya mode atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
6.
Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan
dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/jasa
tersebut.
7.
Tidak mencantumkan tanggal daluwarsa atau
jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut.
8.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara
halal sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label. Tidak memasang
label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi
bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang
menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
9.
Tidak mencantumkan informasi dan atau
petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang- undangan yang berlaku.
Jika para pengusaha
tersebut tidak mengindahkan pasal 8 UUPK, maka konsumen yang tidak begitu faham
dapat menderita kerugian.
Dalam komunitas pengguna
internet, banyak juga dijumpai keluhan konsumen yang merasa dirugikan dalam e-commerce
dan mengatakan kepada rekan-rekannya.
Kemudian bagaimana jika
konsumen dirugikan ? Konsumen yang dirugikan dalam melakukan transaksi e-commerce
berhak mendapatkan perlindungan hukum, karena konsumen yang melakukan transaksi
melalui internet telah memenuhi kewajibannya dalam hal beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa, membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati dan dapat megikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindunngan konsumen secara patut.
Perlindungan konsumen ini
sesuai dengan pasal 16 UUPK yang pada intinya melindungi dari pelaku usaha yang
curang. Dalam pasal 16 UUPK dikatakan : Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/jasa melalui pesanan dilarang untuk :
1.
tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu
penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan.
2.
tidak menepati janji atas suatu pelayanan
dan/prestasi
Selanjutnya dalam pasal
19 UUPK juga mengatur tentang ganti kerugian terhadap produk cacat. Yaitu adanya
barang yang cacat merupakan tanggung jawab produsen /pelaku usaha. Karena itu
pelaku usaha atau produsen harus bertanggung jawab atas kerugian yang muncul
akibat barang yang cacat tersebut.
Dalam e-commerce ini
ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan dan diketahui oleh online consumer
atau pembeli atau konsumen yaitu :
1.
Masa pra-transaksi
Pada
masa sekarang ini seorang online cosumer memerlukan informasi sebanyak mungkin,
sebelum pada akhirnya memutuskan untuk membeli produk tersebut secara online.
Hal ini sangat penting, bila kemudian hari terdapat masalah maka seorang online
consumer akan lebih mudah untuk melakukan pengaduan. Informasi tersebut
biasanya berkisar mengenai : kepastian harga, mekanisme jual beli, jenis
klasifikasi barang ataupun juga masalah ketepatan waktu pengiriman.
2.
Masa pasca transaksi
Terdapat hal-hal yang
harus dilakukan seorang online consumer setelah barang yang dibeli secara online
tersebut diterima, misalnya mengenai masalah garansi, adakah masa garansinya,
hal-hal apa sajakah yang termasuk dalam jaminan garansi atau sampai kapan
garansi berlaku.
Perlindungan konsumen
lebih lanjut juga diatur dalam bab VIII pasal 33-UUPK fungsi dari badan ini adalah
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan
konsumen Indonesia. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat juga dimungkinkan
ada untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen hal ini diatur
dalam pasal 44 UUPK. Dengan adanya badan dan lembaga yang bergerak dalam
perlindungan konsumen, maka diharapkan konsumen akan mendapatkan perlindungan
yang semakin kuat termasuk konsumen dalam ecommerce.
Kalau diperhatikan
perlindungan hukum bagi konsumen sudah cukup lengkap, khususnya dari ecommerce
ada peraturan lain yang mendukung yaitu UU No 11 tahun 2008 tentang
Undang–undang informasi dan transaksi elektronik.
Kenyataanya masih saja
konsumen menjadi korban dari transaksi dalam e-commerce sebabnya karena
para pelaku usaha tidak memperhatikan etika bisnis, para pengusaha yang tidak bertanggungjawab
terhadap kerugian atau kelambatan waktu pengiriman, serta barang yang cacat, pelaku
usaha ini memanfaatkan situasi dan kondisi tentang keberadaan konsumen yang
jauh dan tidak bertatap muka dengan pelaku usaha. Dari sisi konsumen yaitu
kurang pengetahuan tentang e-commerce, perlu ada sosialisasi yang merata
dan kontinyu tentang peraturan dan ketentuan yang berlaku. Slogan teliti
sebelum membeli memang harus diperhatikan konsumen. Konsumen sendiri juga harus
tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
Perjanjian yang ada dalam
e-commerce berlaku juga asas yang ada dalam KUHPerdata. Dalam KUHP perlindungan
konsumen antara lain ada dalam pasal 378, yang melindungi konsumen dari
penipuan termasuk yang dilakukan pelaku usaha. Mengenai bukti transaksi
elektronik yang sejak disahkannya UU ITE No. 11 tahun 2008, maka berkas
taransaksi elektronil atau berkas e-commerce dapat dijadikan bukti.
Meskipun mendapatkan
perlindungan dari undang–undang tetapi masih juga ada konsumen yang dirugikan
hal ini terlihat dari kuesioner yang dibagikan ada 9 orang yang pernah
dirugikan dalam ecommerce. Oleh sebab itu ada beberapa upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh para konsumen.
Upaya hukum bagi konsumen
dalam e-commerce dapat melakukan beberapa alternative jika memang dirugikan
oleh pelaku usaha antara lain dengan mengadakan complain kepada
pengusahan secara langsung, hal ini yang sering dilakukan oleh para
konsumen,sebab mereka merasa lebih tepat dan lebih cepat mendapatkan
penyelesaian. Selain itu dapat melalui YLKI yang akan membantu menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku bisnis. Lembaga perantara penyelesaian sengketa yang
lain seperti Arbitrase, Lembaga Penyelesaian Konsumen dapat ditempuh
oleh konsumen yang dirugikan. Selain itu upaya hukum dapat juga sampai gugatan
secara perdata ke Pengadilan. Secara pidana juga dapat dilakukan sebagai upaya hukum
konsumen yang dirugikan, pasal 378 KUHP dapat diterapkan dalam upaya hukum ini.
Semakin konvergennya
perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan komputer dewasa ini telah
mengakibatkan semakin beragam pula aneka jasa-jasa (feactures) fasilitas
komunikasi yang ada serta semakin canggihnya produk-produk teknologi informasi
yang mampu mengintregasikan semua media informasi. Diikuti dengan banyaknya
pelaku usaha online yang dapat menawarkan berbagai produknya lewat internet,
dan semakin banyaknya konsumen yang menginginkan kepraktisan dalam berbelanja.
Perkembangan yang pesat
ini tentu juga diikuti dengan berbagai masalah yang dapat timbul dalam transaksi
lewat internet tersebut. Dalam pembahasan sebelumnya telah dibicarakan tentang
posisi konsumen dalam e-commerce, hak yang dimiliki konsumen dan upaya hukumnya.
Untuk tercapainya tujuan
semua pihak yaitu hubungan yang saling menguntungkan, tidak ada pihak yang
dirugikan berikut dibahas tentang model perlindungan konsumen khususnya dalam e-commerce.
Menurut pendapat penulis
dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya
mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang
handal, pengiriman yang tepat waktu, pelayanan yang bagus, struktur organisasi
bisnis yang baik, jaringan infrastruktur dan keamanan, desain situs web yang
bagus, beberapa faktor yang termasuk adalah
Menyediakan harga
kompetitif; Menyediakan jasa pembelian yang tanggap, cepat, dan mudah; Menyediakan
informasi barang dan jasa yang lengkap dan jelas; Menyediakan banyak bonus
seperti kupon, penawaran istimewa, dan diskon; Memberikan perhatian khusus
seperti usulan pembelian; Menyediakan rasa komunitas untuk berdiskusi, masukan
dari pelanggan, dan lain-lain; Mempermudah kegiatan perdagangan; Sistem
pembayaran domestik dan internasional; Newsgroup; On-line Shopping; Conferencing;
Online Banking
Perusahaan yang terkenal
dalam bidang ini antara lain: eBay, Yahoo, Amazon.com, Google, dan Paypal.
Untuk di Indonesia, bisa dilihat tradeworld.com, bhineka.com, fastncheap.com,
dll.
Selain itu jika lebih jauh
pembicaraan tentang transaksi e- commerce, maka aspek perlindungan konsumen
dalam penggunaan digital signature perlu diperhatikan sebab tujuan dari
suatu tandatangan dalam suatu dokumen adalah untuk memastikan otentisitas dari
dokumen tersebut. Suatu digital signature sebenarnya adalah bukan
suatu tanda tangan seperti yang kita kenal selama ini, ia menggunakan cara yang
berbeda untuk menandai suatu dokumen sehingga dokumen atau data tidak hanya
mengidentifikasi dari pengirim, namun juga memastikan keutuhan dari dokumen
tersebut tidak berubah selama proses transmisi. Suatu digital signature
didasarkan dari isi dari pesan itu sendiri. Dalam penggunaan Digital
Signature ada dua pihak, yaitu:
v Certificate
Authority (CA)
v Subscriber
Hubungan antara CA
sebagai penyelenggara jasa dan subscriber sebagai konsumen. Sebagai penyelenggara
jasa, CA semstinya harus menjamin hak-hak subscriber.
Kebutuhan yang diperlukan
untuk konsumen dalam melindungi diri bertransaksi dalam perdagangan e-commerce
terangkum dalam beberapa model perlindungan, yaitu:
1.
Hak- hak konsumen dijamin yang
sudah diatur dalam peraturan yang sudah ada tetap dipertahankan.
2.
Ada pengakuan dari pelaku bisnis , dalam hal digital
signature, yaitu meliputi
a.
Privacy
Contoh: Ketika subscriber
meng"apply" kepada CA, subs akan dimintai keterangan mengenai identitasnya,
besar kecilnya keakuratan dari identitas tersebut tergantung dari jenis
tingkatan sertifikat tersebut. Semakin tinggi tingkat sertifikat maka semakin
akurat pula identitas sebenarnya dari subscriber.
Namun dalam hal ini yang
perlu diperhatikan adalah CA sebagai penyaji data berkewajiban menjaga kerahasiaan
identitas subs dari pihak yang tidak berkepentingan. CA hanya boleh mengkonfirm
bahwa sertifikat yang dimiliki oleh subs adalah benar dan diakui oleh CA.
Di negara maju data
pribadi mendapat perlindungan dalam undang-undang (data protection act). Di
dalam Undang-Undang yang bersangkutan tercantum prinsip perlindungan data (Data
Protection Principles) yang harus ditaati oleh orang-orang yang menyimpan atau
memproses informasi dengan mempergunakan
komputer yang menyangkut kehidupan orang-orang. Biro-biro komputer yang menyediakan
jasa pelayanan bagi mereka yang hendak memproses informasi juga sama dikontrol
dan harus melakukan pendaftaran menurut undang-undang tersebut.
Individu-individu, yang informasi dirinya disimpan pada komputer, diberi
hak-hak untuk akses dan hak untuk memperoleh catatancatatan pembetulan dan
penghapusan informasi yang tidak benar. Mereka itu pun dapat mengajukan
pengaduan kepada Data Protection Registrar (yang diangkat berdasarkan
undang-undang) aapabila mereka tidak merasa puas terhadap cara orang atau
organisasi yang mengumpulkan informasi dan, menurut keadaan-keadaan tertentu,
individu-individu memiliki hak atas ganti kerugian.
Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip perlindungan
data dapat menyebabkan tanggung jawab pidana, adapun prinsip-prinsip tersebut
antara lain:
1) Informasi yang dimuat dalam data pribadi harus
diperoleh, dan data pribadi itu harus diproses, secara jujur dan sah.
2) Data pribadi harus dipegang hanya untuk satu tujuan
atau lebih yang spesifik dan sah.
3) Data pribadi yang dikuasai untuk satu tujuan dan
tujuan-tujuan tidak boleh digunakan atau disebarluaskan dengan melalui suatu
cara yang tidak sesuai dengan tujuan atau tujuan-tujuan tersebut.
4) Data pribadi yang dikuasai untuk keperluan suatu
tujuan atau tujuan-tujuan harus layak, relevan dan tidak terlalu luas dalam
kaitannya dengan tujuan atau tujuan-tujuan tersebut
5) Data pribadi harus akurat dan, jika diperlukan,
selalu up-to date.
6) Data pribadi yang dikuasai untuk keperluan suatu
tujuan atau tujuan-tujuan tidak boleh dikuasai terlalu lama dari waktu yang
diperlukan untuk kepentingan tujuan atau tujuan-tujuan tersebut.
7) Tindakan-tindakan pengamanan yang memadai harus
diambil untuk menghadapi akses secara tidak sah, atau pengubahan,
penyebarluasan atau pengrusakan data pribadi serta menghadapi kerugian tidak
terduga atau data pribadi.
8) Seorang individu akan diberikan hak untuk:
9) Dalam jangka waktu yang wajar dan tanpa kelambatan
serta tanpa biaya:
a) Diberi penjelasan oleh pihak pengguna data tentang
apakah pihaknya menguasai data pribadi di mana individu yang bersangkutan
menjadi subyek data; dan
b) Untuk akses pada suatu data demikian yang dikuasai
oleh pihak pengguana data. Jika dipandang perlu, melakukan perbaikan atau
penghapusan data.
Prinsip
yang terakhir berkaitan dengan pengamanan dan ancaman terhadap hal ini ada dua jenis:
pengamanan dari akses tidak sah, dan berkaitan dengan copy-copy back up.
pusat-pusat data yang berisi data pribadi.
Masih
berkaitan dengan masalah jaminan privacy dalam kaitannya dengan kunci privat,
adalah harus adanya jaminan bahwa CA tidak berusaha mencari pasangan kunci
publik dari susbscriber. CA mempunyai peluang yang besar untuk bisa
menemukannya. Selain itu harus ada jaminan bahwa pencipta kartu yang berisikan
kunci privat juga tidak akan menyebarluaskan atau pun menggandakannya. Hal ini
sangat logis sekali karena pembuat kartu selain mengetahui kunci publik juga
mengetahui kunci privatnya karena ia adalah penciptanya. Untuk menjamin hal ini
perlu adanya suatu notary sysrem yang menjamin hal tersebut.
b.
Accuracy
Dalam
prinsip ini terkandung pengertian "ketepatan" antara apa yang diminta
dengan apa yang didapatkan. Bahwa apa yang didapat oleh subs sesuai dengan apa
yang ia minta berdasarkan informasi yang diterimanya. Ketepatan informasi
(informasi yang benar tanpa tipuan) juga merupakan prinsip
accuracy. Sebagai contoh: subs yang meminta level tertentu dari sertifikat
sebaiknya tidak diberikan level yang lebih rendah atau lebih tinggi. CA juga
berkewajiban memberitahukan segala keterangan yang berkaitan dengan penawaran
maupun permintaan yang diajukan Secara tidak langsung subs berhak untuk
mendapatkan CA yang berlisensi artinya ketika subs mengakses ke CA, terdapat
praduga bahwa CA adalah CA yang sah dan berlisensi dan subs harus dilindungi
dari penyimpangan CA yang gadungan.
c.
Property
Termaktub
dalam pasal 4 butir 8 UU No 8 tahun 1999. Subs harus dilindungi hak miliknya
dari segala penyimpangan yang mungkin terjadi akibat masuknya subs ke dalam
sistem ini. Artinya subs berhak dilindungi dari segala bentuk penyadapan,
penggandaan, dan pencurian. Jika hal ini terjadi maka CA berkewajiban mengganti
kerugian yang diderita.
d.
Accessibility
Termaktub
dalam pasal 4 butir4, 5, 6,dan 7 UU No 8 tahun 1999. Bahwa setiap pribadi
berhak medapat perlakuan yang sama dalam hal untuk mengakses dan informasi.
Artinya tiap subs bisa masuk ke dalam sistem ini jika memenuhi persyaratan, dan
ia bisa mempergunakan sistem ini tanpa adanya hambatan. Dan subs juga berhak
untuk didengar pendapat dan keluhannya.
e.
Integrity
Integritas/integrity berhubungan dengan masalah keutuhan
dari suatu data yang dikirimkan. Seorang penerima pesan/data dapat merasa yakin
apakah pesan yang diterimanya sama dengan pesan yang dikirimkan. Ia dapat
merasa yakin bahwa data tersebut pernah dimodifikasi atau diubah selama proses
pengiriman atau penyimpanan.
f.
Non-Repudiation (Tidak dapat disangkal keberadaannya)
Non repudiation/tidak dapat disangkalnya keberadaan suatu
pesan berhubungan dengan orang yang mengirimkan pesan tersebut. Pengirim pesan
tidak dapat menyangkal bahwa ia telah mengirimkan suatu pesan apabila ia sudah
mengirimkan suatu pesan. Ia juga tidak dapat menyangkal isi dari suatu pesan
bebeda dengan apa yang ia kirimkan apabila ia telah mengirim pesan tersebut. Non
repudiation adalah hal yang sangat penting bagi e-commerce apabila suatu
transaksi dilakukan melalui suatu jaringan internet, kontrak elektronik
(electronic contracts), ataupun transaksi pembayaran.
Non repudiation ini timbul dari keberadaan digital
signature yang menggunakan enkripsi asimetris (asymmetric encryption). Enkripsi
asimetris ini melibatkan keberadaan dari kunci privat dan kunci publik. Suatu
pesan yang telah dienkripsi dengan menggunakan kunci privat maka ia hanya dapat
dibuka/dekripsi dengan menggunakan kunci publik dari pengirim. Jadi apabila
terdapat suatu pesan yang telah dienkripsi oleh pengirim dengan menggunakan
kunci privatnya maka ia tidak dapat menyangkal keberadaan pesan tersebut karena
terbukti bahwa pesan tersebut dapat didekripsi dengan kunci publik pengirim.
Keutuhan dari pesan tersebut dapat dilihat dari keberadaan hash function dari
pesan tersebut, dengan catatan bahwa data yang telah di-sign akan dimasukkan
kedalam digital envelope.
g.
Confidentiality
Pesan dalam bentuk data elektronik yang dikirimkan
tersebut bersifat rahasia/ confidential, sehingga tidak semua orang dapat
mengetahui isi data elektronik yang telah di-sign dan dimasukkan dalam digital
envelope. Keberadaan digital envelope yang termasuk bagian yang integral dari
digital signature menyebabkan suatu pesan yang telah dienkripsi hanya dapat
dibuka oleh orang yang berhak. Tingkat kerahasiaan dari suatu pesan yang telah
dienkripsi ini, tergantung dari panjang kunci/key yang dipakai untuk melakukan
enkripsi. Pada saat ini standar panjang kunci yang digunakan adalah sebesar 128
bit.
Pengamanan
data dalam e-commerce dengan metode kriptografi melalui skema digital signature
tersebut secara teknis sudah dapat diterima dan diterapkan, namun apabila kita
bahas dari sudut pandang ilmu hukum ternyata masih kurang mendapatkan
perhatian. Kurangnya perhatian dari ilmu hukum dapat dimengerti karena,
khususnya di Indonesia, penggunaan komputer sebagai alat komunikasi melalui
jaringan internet baru dikenal semenjak tahun 1994. Dengan demikian pengamanan
jaringan internet dengan metode digital signature di Indonesia tentu masih
merupakan hal yang baru bagi kalangan pengguna komputer.
3.
Perlunya perdagangan melalui
Internet diasuransikan
Perdagangan melalui Internet
seperti dijelaskan sebelumnya memiliki banyak resiko. Resiko-resiko tersebut
adalah: penyadapan, penipuan, penggandaan informasi transaksi, pencurian
informasi rahasia, dan sebagainya. Dalam e-commerce yang memanfaatkan
kriptografi, kejahatan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah pembobolan kunci dan pencurian kunci. Pembobolan kunci yaitu
dimana si pembobol memakai berbagai cara untuk menemukan kunci yang sama dengan
yang asli. Cara pembobolan yang paling umum digunakan adalah yang dikenal
dengan istilah brute force attack, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, si pelaku mencoba berbagai kemungkinan hingga akhirnya ia menemukan
kunci yang cocok. Pencurian kunci, adalah dimana si pelaku menemukan kunci yang
asli dan menggunakannya, sehingga ia dapat bertindak sebagai pemilik yang asli.
Pencurian seperti ini dikenal dengan istilah man in the middle attack.
E-commerce merupakan
salah satu kegiatan ekonomi. Para pelakunya tentu tidak ingin mengalami resiko
kerugian di kemudian hari. Jika ia tidak ingin menanggung resiko tersebut, ia
harus mengalihkannya kepada orang lain. Lembaga yang paling cocok dalam hal ini
adalah asuransi sebagai alat pemindahan resiko. Karena itu jika para pelaku
tidak ingin menanggung kerugian, akan mengalihkan resiko tersebut kepada
lembaga asuransi. Hal yang sama sebaiknya diterapkan pula dalam e-commerce.
4.
Lembaga Penjaminan
Diadakan pihak penjamin antara
pelaku usaha dan konsumen yang terpercaya, sebagai contoh seperti bank garansi
yang menjamin kepada pihak konsumen bahwa dia pasti akan memdapatkan barang
atau jasa yang dipesan setelah membayar kepada lembaga penjamin (bank garansi)
sehingga tidak takut uangnya hilang. Sedangka bagi pelaku usaha juga dijamin
bahwa mereka akan mendapatkan pembayaran setelah barang pesanan mereka kirimkan
kepada konsumen sebab uang dari konsumen sudah ada dalam bank garansi atau
lembaga penjaminan.
Animo masyarakat untuk
melakukan e-commerce meningkat dengan pesat dari waktu ke waktu.
Kecenderungan masyarakat ini tentunya akan lebih tinggi apabila e-commercedidukung
protokol-protokol transaksi elektronik yang aman. Secure Electronic
Transaction yang menggunakan kriptografi dalam pengamanannya adalah sistem
perdagangan Internet yang relatif paling aman dari serangan-serangan yang
mungkin dilakukan dalam Internet, antara lain pembobolan kunci dan pencurian
kunci.
5.
Pengawasan
Badan Pengawasan dalam
pergangan elektronik atau e-commerce perlu difungsikan dengan maksimal.
Hal ini untuk mngawasi dan mengantisipasi para pelaku bisnis yang fiktif dan
tidak bertanggung jawab khususnya toko online harus punya ijin dalam menawarkan
dagangannya atau jasanya dalam internet dan syarat- syarat tersebut harus
dipenuhi. Dengan demikian tujuan antara pelaku bisnis dan konsumen dapat
tercapai.
6.
Standarisasi global
Perlu adanya standar yang harus
dipenuhi atau ditaati oleh pelaku bisnis online. Pemerintah atau organisasi
internasional yang berwenang membuat dan merumuskan standarisasi global
tersebut. Dengan adanya standarisasi global, maka dapat menjawab tantangan
kebijakan utama yang dihadapi administrasi. Antara lain tantangan tentang
perlindungan konsumen, tantangan promosi serta bagi negara- negara yang
berkembang dapat diterapkan juga untuk perusahaan kecil dan menengah dapat
masuk dalam perdagangan ini.
PENUTUP
Kesimpulan yang diperoleh
dalam pembahasan ini adalah
1.
Perlindungan konsumen diatur dalam beberapa peraturan
perundang- undangan yaitu dalam UUPK yaitu UU No. 8 tahun 1999. Dalam
KUHPerdata terutama pasal yang berkaitan dengan perjanjian. Pasal dalam KUHP
terutama pasal yang berhubungan dengan penipuan. Dalam UU ITE yaitu UU No. 11 tahun
2008, khususnya tentang berkas transaksi dapat dijadikan alat bukti dalam
persidangan.
2.
Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen e-commerce jika
mereka dirugikan dalam ecommerce yaitu yang paling gampang dan praktis adalah
kompalian langsung kepada toko online atau pelaku usaha secara langsung atau
dapat mengajukan aduan kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, atau
penuntutan dengan perdata maupun pidana dapat dilakukan.
3.
Setelah melakukan penelitian dan pembahasan maka model
yang diharapkan mendukung semua pihak dalam e-commerce adalah adanya design web
yang bagus dan informative, perlindungan konsumen dalam penggunaan digital
signature, transaksi atau perdagangan dalam E-commerce diasuransikan, adanya
pengawasan perdagangan dengan internet/E-Commerce, dan dibentuk Lembaga
penyelesaian sengketa E-Commerce sebagai badang dalam penyelesaikan persoalan.
1.
Ada pengawasan khusus dalam e-commerce, terutama
tentang informasi yang jelas tentang toko online hal ini untuk mengantisipasi
adanya toko online fiktif.
2.
Diadakan pihak penjamin antara pelaku usaha dan konsumen yang
terpercaya, sebagai contoh seperti bank garansi
3.
Konsumen lebih hati-hati dan teliti terutama dalam
memilih pengusaha toko online dan barang atau jasa yang dibeli.
4.
Dan dibentuk Lembaga penyelesaian sengketa E-Commerce
sebagai bidang dalam penyelesaikan persoalan. Lembaga ini dibuat yang lebih
sederhana dan tidak rumit pengurusannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
H.S, Salim, 2010. Hukum Kontrak Teori dan Teknik
Penyusunan Kontrak. Jakarta. Sinar Grafika.
Ø
https://lotusbougenville.wordpress.com/2013/08/17/perlindungan-konsumen-dalam-transaksi-e-commerce/
Ø
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Ø
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Ø
UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Ø
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar