INDONESIA PADA MASA
DEMOKRASI TERPIMPIN DAN PEMBEBASAN IRIAN BARAT
A. MASA
DEMOKRASI TERPIMPIN
Pelaksanaan
demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang
dikeluarkan dekrit Presiden :
1.
Undang-undang
Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat
sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan
demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat
Indonesia.
2. Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang
dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak
mempunyai pijakan hukum yang mantap.
3. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
4. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang
semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
5. Konflik antar partai politik yang mengganggu
stabilitas nasional
6. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda
pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya.
7.
Masing-masing
partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan
partainya tercapai.
Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan
keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk
menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan
negara.
Isi Dekrit
Presiden adalah sebagai berikut.
a. Pembubaran konstituante
b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali
UUD 1945.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan
adanya Dekrit Presiden:
1.
Rakyat menyambut
baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah
selama masa Liberal.
2. Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan
Dekrit Presiden.
3. KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk
melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
4. DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi
menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.
Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959, adalah sebagai berikut.
a.
Menyelamatkan
negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
b.
Memberikan
pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
c.
Merintis
pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa
DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959, adalah sebagai berikut.
a.
Ternyata UUD
1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya
menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya
hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
b. Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan
lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan
berlanjut sampai Orde Baru.
c.
Memberi peluang
bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama
Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat
pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
B. PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Demokrasi
Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut
Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada
kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada
saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu
presiden.
Tugas Demokrasi
terpimpin :
a.
Demokrasi
Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai
warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
b. Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap
Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :
·
Pada masa
Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
·
Sedangkan
kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang
dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang
demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).
Pelaksanaan masa
Demokrasi Terpimpin :
-
Kebebasan partai
dibatasi
-
Presiden
cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
-
Pemerintah
berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
-
Dibentuk
lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
-
Penyimpangan-penyimpangan
pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD
1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan
dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden
menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan
adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil
Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan
dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga
membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD
1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki
anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS
ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada
perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS
terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil
golongan.
Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun
1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR
dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga
ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta
kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan
UUD 1945sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR
GR adalah sebagai berikut.
-
Melaksanakan manifesto
politik
-
Mewujudkan
amanat penderitaan rakyat
-
Melaksanakan
Demokrasi Terpimpin
4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS
terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang
utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi
jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya
kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah
ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat
agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul
”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik
Republik Indonesia(Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan
Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang
Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia), dikenal MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional
dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional
merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan
cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan
segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan.
Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front
nasional adalah sebagai berikut.
-
Menyelesaikan
Revolusi Nasional
-
Melaksanakan
Pembangunan
-
Mengembalikan
Irian Barat
6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli
1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah
Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan
(reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.
-
Mencukupi
kebutuhan sandang pangan
-
Menciptakan
keamanan negara
-
Mengembalikan
Irian Barat.
7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan
ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer
menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang
berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi
terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan
ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan
Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden
NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden
yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia
akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat.Dikeluarkan
ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab
jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang
kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya
penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa
PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut
menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan
bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis.
Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah.
PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi
lemah terhadap TNI.
8. Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan adanya
ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah
untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada
peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran
ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus
dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu
pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden
Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka
kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah
presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan
lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu
presiden.
9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri
disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri
atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan
Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri
Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI
menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
10. Pentaan Kehidupan Partai Politik
Pada masa
demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa.
Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh
penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat,
misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28
partai yang ada hanya tinggal 11 partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan
penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan
gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden.
Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk
membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer
yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai
tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat
dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan
pada tanggal 17 Agustus 1960.
11. Arah Politik Luar Negeri
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi
penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung
condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik
konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh
pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces)
dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan
kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner
(termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme
dan kolonialisme.
Oldefo merupakan
kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis
dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan
Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya
ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya
berpedoman ke negara-negara komunis.
b. Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga
menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang
dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka
konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada
tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
-
Perhebat
Ketahanan Revolusi Indonesia.
-
Bantu perjuangan
rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan
Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan
adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c. Politik Mercusuar
Politik
Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia
merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk
mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang
diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di
kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar
mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the
New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga
Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7
Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok
merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan
politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya
gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa
Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.
Keterlibatan
Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia
sudah cukup maju.
GNB merupakan
gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB
merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan
internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan
demokrasi terpimpin tampak
dengan:
a. Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil
Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan
dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b. Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan
Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas
usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
c. Inti Manipol
adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga
lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
d. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin
Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.
e. Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas
Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
f. Presiden berusaha menciptakan kondisi
persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.
g. Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi
Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).
C. SISTEM EKONOMI DEMOKRASI
TERPIMPIN
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari
demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat
pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang
ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan
Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka
dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959
dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tugas
Depernas :
-
Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan
Nasional yang berencana
-
Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan
Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun
1961-1969 yang disetujui oleh MPRS.
Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan
proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan
lancar sesuai harapan.
Tahun 1963 Dewan Perancang Nasional
(Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Tugas Bappenas adalah
-
Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan,
baik nasional maupun daerah.
-
Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan.
-
Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk
MPRS.
2. Penurunan
Nilai Uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan Devaluasi :
-
Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
-
Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di
masyarakat
-
Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak
dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959
pemerintah mengumumkan keputusannya mengenaipenuruan nilai uang
(devaluasi), yaitu sebagai berikut.
a. Uang
kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
b. Uang
kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c. Pembekuan
semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut
tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama
perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia
tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada
harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat
karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
a.
Penghasilan
negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang
menyebabkan ekspor menurun.
b. Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun
1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan
berpengalaman.
c.
Pengeluaran
biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan
kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan laju inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
-
Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan
lainnya mengalami kemerosotan.
-
Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan.
-
Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar.
-
Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah
yang ada.
-
Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta
guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak
berhasil.
-
Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna
mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh.
-
Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap
penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
a.
Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk
menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
b.
Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar
seperti GANEFO (Games of the New
Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New
Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar
pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
-
Inflasi semakin bertambah tinggi
-
Harga-harga semakin bertambah tinggi
-
Kehidupan masyarakat semakin terjerpit
-
Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus
membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa.
-
Ekspor semakin
buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
-
Tahun 1965,
cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar
US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara
barat.
Kebijakan pemerintah :
Ø Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini
diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang.
Sehingga menambah berat angka inflasi.
Ø 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah
devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1.
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
·
Uang rupiah baru
yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi
dari uang rupiah baru.
·
Tindakan moneter
pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka
inflasi.
4. Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena:
a.
Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk merangsang
ekspor (export drive) mengalami kegagalan, misalnya Sistem Bukti Ekspor
(BE)
b.
Sulitnya memperoleh bantuan modal dan tenaga dari luar
negri sehingga pembangunan yang direncanakan guna meningkatkan taraf hidup
rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik.
Sehingga pada tanggal 28 Maret
1963 dikeluarkan landasan baru guna perbaikan ekonomi secara menyeluruh
yaitu Deklarasi Ekonomi (DEKON) dengan 14 peraturan pokoknya.
Dekon dinyatakan sebagai strategi dasar ekonomi Terpimpin Indonesia yang
menjadi bagian dari strategi umum revolusi Indonesia.
Strategi Dekon adalah mensukseskan Pembangunan Sementara Berencana 8
tahun yang polanya telah diserahkan oleh Bappenas tanggal 13 Agustus 1960.
Pemerintah
Indonesia menyatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah Berdikari yaitu
berdiri di atas kaki sendiri.
Tujuan utama dibentuk Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang
bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk
mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Pelaksanaannya,
-
Peraturan tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan
ekonomi dan masalah inflasi
-
Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian
Indonesia
-
Kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak
dengan adanya kenaikan harga barang mencapai 400 % pada tahun 1961-1962.
-
Beban hidup rakyat semakin berat.
Kegagalan Peraturan Pemerintah
disebabkan karena:
v Tidak terwujudnya pinjaman
dari International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 400 juta.
v Adanya masalah ekonomi yang
muncul karena pemutusan hubungan dengan Singapura dan Malaysia dalam rangka
kasi Dwikora.
v Politik konfrontasi dengan
Malaysia dan negara barat semakin memperparah kemerosotan ekonomi Indonesia.
5. Meningkatkan Perdagangan dan Perkreditan Luar
Negeri
Pemerintah
membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian, sebab kurang lebih 80% penduduk
Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian tersebut diekspor untuk
memperoleh devisa yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor berbagai bahan
baku/ barang konsumsi yang belum dihasilkan di Indonesia.
Jika Indonesia
tidak mampu memperoleh keuntungan maka akan mencari bantuan berupa kredit luar
negeri guna memenuhi biaya import dan memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam
negeri. Sehingga Indonesia mampu memeprbesar komoditi ekspor, dari eksport tersebut
maka akan digunakan untuk membayar utang luar negeri dan untuk kepentingan
dalam negeri. Dengan bantuan kredit tersebut membuka jalan bagi perdagangan
dari negara yang memeberikan pinjaman kepada Indonesia.
6. Kebijakan lain pemerintah
a. Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi
(KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP)
Dikeluarkan
peraturan tanggal 17 April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi
Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP) dalam usaha
perdagangan.
b. Peleburan bank-bank negara
Presiden
berusaha mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank sentral sehingga
didirikan Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1965. Tugas
bank tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank umum.
Untuk mewujudkan
tujuan tersebut maka dilakukan peleburan bank-bank negara seperti Bank Koperasi
dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan Negara, Bank Negara
Indonesia ke dalam Bank Indonesia.
Dibentuklah Bank
Negara Indonesia yang terbagi dalam beberapa unit dengan tugas dan
pekerjaan masing-masing.
Tindakan itu
menimbulkan spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara sebab
tidak ada lembaga pengawas.
Kegagalan
pemerintah dalam menanggung masalah ekonomi, disebabkan karena:
a.
Semua kegiatan
ekonomi terpusat sehingga kegitan ekonomi mengalami penuruan yang disertai
dengan infasi.
b. Masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan
prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis.
c. Kemenangan politik diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi
diabaikan (politik dikedepankan tanpa memperhatikan ekonomi).
d. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering
bertentangana antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya.
e. Tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai suatu
usaha atau hasil dari suatu usaha.
f. Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah
urus.
g.
Kebrangkutan
tidak dapat dikendalikan, Masyarakat mengalami kesulitan hidup, kemiskinan, dan
kriminalitas.
D. PERJUANGAN MEMBEBASKAN IRIAN BARAT
Ada 3 bentuk
perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi, Konfrontasi Politik
dan Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1. Perjuangan Diplomasi
Ditempuh guna
menunjukkan niat baik Indonesia mandahulukan cara damai dalam menyelesaikan
persengketaan. Perjuangan tersebut dilakukan dengan perundingan. Jalan
diplomasi ini sudah dimulai sejak kabinet Natsir (1950) yang
selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet. Meskipun selalu mengalami
kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat bahkan secara sepihak
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Perjuangan
secara diplomasi ditempuh dengan 2 tahap, yaitu
a. Secara bilateral, melalui perundingan
dengan belanda.
Berdasarkan
perjanjian KMB masalah Irian Barat akan diselesaikan melalui perundingan,
setahun setelah pengakuan kedaulatan. Pihak Indonesia menganggap bahwa Belanda
akan menyerahkan Irian Barat pada waktu yang telah ditentukan. Sementara
Belanda mengartikan perjanjian KMB tersebut bahwa Irian Barat hanya akan
dibicarakan sebatas perundingan saja, bukan diserahkan. Berdasarkan alasan
tersebut maka Belanda mempunyai alasan untuk tetap menguasai Indonesia.
Akhirnya perundingan dengan Belanda inipun mengalami kegagalan.
b. Diplomasi dalam forum PBB
Yaitu dengan membawa masalah
Indonesia-Belanda ke sidang PBB. Dilakukan sejak Kabinet Ali Sastroamijoyo I,
Burhanuddin Harahap, hingga Ali Sastroamijoyo II.
Dikarenakan
penyelesaian secara diplomatik mengalami kegagalan dan karena adanya pembatalan
Uni Indonesia-Belanda secara sepihak maka Indonesia sejak 1954 melibatkan PBB
dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Dalam sidang PBB
Indonesia berupaya meyakinkan bahwa masalah Irian Barat perlu mendapatkan
perhatian Internasional. Alasan Indonesia adalah karena masalah Irian Barat
menunjukkan adanya penindasan suatu bangsa terhadap hak bangsa lain.
Upaya melalui
forum PBB pun tidak berhasil karena mereka menganggap masalah Irian Barat
merupakan masalah intern antara Indonesia-Belanda. Negara-negara barat masih
tetap mendukung posisi Belanda. Indonesia justru mendapat dukungan dari
negara-negara peserta KAA di Bandung yang mengakui bahwa Irian Barat merupakan
bagian dari Negara Kesatuan republik Indonesia.
2. Perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan
Militer
Karena
perjuangan diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum menunjukkan
hasil sehingga Indonesia meningkatkan perjuangannya dalam bentuk konfrontasi.
Konfrontasi dilakukan tetapi tetap saja melanjutkan diplomasi dalam
sidang-sidang PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu konfrontasi politik dan
ekonomi, serta konfrontasi militer. Konfrontasi militer terpaksa dilakukan
setelah Belanda tidak mau berkompromi dengan Indonesia.
a. Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Konfrontasi
ekonomi dilakukan oleh
pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan kepentingan-kepentingan ekonomi
Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi tersebut sebagai berikut.
1) Tahun 1956 secara sepihak Indonesia
membatalkan hasil KMB, diumumkan pembatalan utang-utang RI kepada Belanda.
2) Selama tahun 1957 dilakukan :
Pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan
Belanda
Melarang terbitan-terbitan dan
film berbahasa Belanda
Melarang penerbangan
kapal-kapal Belanda
Memboikot
kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia
3) Selama tahun 1958-1959 dilakukan :
Nasionalisasi terhadap ± 700 perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia
Mengalihkan pusat pemasaran
komoditi RI dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman.
Konfrontasi Politik dilakukan melalui tindakan sebagai berikut.
1) Tahun 1951, Kabinet Sukiman menyatakan
bahwa hubungan Indonesia dengan Belanda merupakan hubungan bilateral biasa,
bukan hubungan Unie-Statuut.
2) Tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali
Sastroamijoyo II, diumumkan pembatalan semua hasil KMB.
3) Pada tanggal 17 Agustus
1956 dibentuk provinsi Irian Barat dengan ibukotanya kotanya di Soa Siu
(Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai gubernurnya yang
dilantik tanggal 23 September 1956. Provinsi Irian Barat meliputi : Irian,
Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile.
4) 18 November 1957 terjadi Rapat umum pembebasan
Irian Barat di Jakarta.
5) Tahun 1958, Pemerintah RI menghentikan
kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di Indonesia. Pemecatan semua pekerja warga
Belanda di Indonesia
6) Tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front
Nasional Pembebasan Irian Barat.
7) Tanggal 17 Agustus 1960 diumumkan
pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.
b. Konfrontasi Militer
Dampak dari
tindakan konfrontasi politik dan ekonomi tersebut maka tahun 1961 dalam Sidang
Majelis Umum PBB terjadi perdebatan mengenai masalah Irian Barat.
Diputuskan bahwa
Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker bersedia menjadi penengah dalam
perselisihan antara Indonesia dan Belanda.
Bunker
mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana Bunker, yaitu :
1. Pemerintah Irian Barat harus diserahkan kepada
Republik Indonesia.
2. Setelah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus
diberi kesempatan untuk menentukan pendapat apakah tetap dalam negara Republik
Indonesia atau memisahkan diri.
3. Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat
akan selesai dalam jangka waktu dua tahun.
4. Guna menghindari bentrokan fisik antara pihak
yang bersengketa, diadakan pemerintah peralihan di bawah pengawasan PBB selama
satu tahun.
Indonesia menyetujui
usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek.
Pihak
Belanda tidak mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan usul untuk
menyerahkan Irian Barat di bawah pengawasan PBB. Selanjutnya PBB membentuk
negara Papua dalam jangka waktu 16 tahun.
Jadi Belanda
tetap tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia. Keinginan Belanda
tersebut tampak jelas ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara
Papua, lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan.
Tindakan Belanda
tersebut tidak melemahkan semangat bangsa Indonesia. Indonesia menganggap bahwa
sudah saatnya menempuh jalan kekuatan fisik (militer).
Perjuangan melalui jalur militer ditempuh dengan
tujuan untuk:
Ø Menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam
memperjuangankan apa pun yang memang menjadi haknya.
Ø Menunjukkan kesungguhan dan memperkuat posisi
Indonesia.
Ø Menunjukkan sikap tidak kenal menyerah dalam merebut
Irian Barat.
Persiapan
pemerintah untuk menggalang kekuatan militer adalah :
·
Pada Desember
1960, mengirimkan misi ke Uni Soviet untuk membeli senjata dan perlengkapan
perang lainnya.
·
KSAD mengunjungi
beberapa negara, seperti India, Pakistan, tahiland, Filipina, Australia,
Selandia Baru, Jerman, Perancis, dan Inggris untuk menjajaki sikap
negara-negara tersebut bila terjadi perang antara Indonesia dengan Belanda.
Tindakan persiapan Indonesia tersebut dianggap oleh
Belanda sebagai upaya untuk melaklukan Agresi. Sehingga Belanda kemudian
memperkuat armada dan angkatan perangnya di Irian Barat dengan mendatangkan
kapal induk Karel Dorman.
Maka Pada
tanggal 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumumkan Tri Komando Rakyat
(Trikora) di Yogyakarta yang telah dirumuskan oleh Dewan Pertahanan Nasional.
Peristiwa ini menandai dimulainya secara resmi konfrontasi militer terhadap
Belanda dalam rangka mengembalikan Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi.
Isi Trikora adalah
sebagai berikut.
1) Gagalkan Pembentukan Negara boneka papua
buuatan Belanda
2) Kibarkan Sang merah Putih di Irian Barat,
Tanah air Indonesia
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna
mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Selanjutnya, diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional
dan Gabungan Kepala Staf serta Komamndo Tertinggi Pembebasan Irian
Barat. Keputusan dari rapat tersebut adalah sebagai berikut.
v Dibentuk Provinsi Irian Barat gaya baru yang beribu
kota di Jayapura(zaman Belanda bernama Hollandia) dengan putra Irian sebagai
gubernurnya.
v Tanggal 11 Januari 1962 dibentuk Komando Tertinggi dan
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makassar yang
langsung di bawah ABRI dengan tugas merebut Irian Barat. Tugas Komando
Mandala adalah sebagai berikut.
v Menyelenggarakan operasi Militer untuk membebaskan
Irian Barat. Operasi militer tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu penyusupan
(infiltrasi), serangan besar-besaran (eksploitasi), dan penegakan kekuasaan
Republik Indonesia (Konsolidasi).
v Menggunakan segenap kekuatan dalam lingkungan Republik
Indonesia untuk membebaskan Irian Barat. Kekuatan itu terdiri atas tentara
regulerdan suka relawan maupun berbagai potensi perlawanan rakyat lainnya
v Tanggal 13 Januari 1962, Brigadir Jendral Suharto
dilantik sebagai Panglima Mandala dengan pangkat Mayor Jendral, beliau juga
merangkap sebagai Deputi KSAD untuk wilayah Indonesia bagian timur.
v Sebelum konsolidasi yang dilakukan oleh Komando
Mandala selesai, Tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran di Laut Aru. Dalam
pertempuran tersebut Deputi KSAL Komodor Yos Sudarso gugur.
c. Konfrontasi Total
Sesuai dengan
perkembangan situasi Trikora diperjelas dengan Instruksi Panglima Besar Komodor
Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang
isinya sebagai berikut.
-
Merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan mengembalikan
wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia.
-
Mengembangkan
situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan perjuangan di bidang diplomasi
dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di Wilayah Irian Barat dapat secara
de facto diciptakan daerah-daerah bebas atau ada unsur kekuasaan/ pemerintah
daerah Republik Indonesia.
Strategi yang
disusun oleh Panglima Mandala guna melaksanakan instruksi tersebut.
a. Tahap
Infiltrasi (penyusupan) (sampai akhir 1962),
yaitu dengan
memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan
daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh musuh dan
mengembangkan pengusaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat.
b. Tahap Eksploitasi (awal 1963),
yaitu mengadakan serangan terbuka terhadap induk
militer lawan dan menduduki semua pos-pos pertahanan musuh yang penting.
c. Tahap Konsolidasi (awal 1964),
yaitu dengan
menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia secara
mutlak di seluruh Irian Barat.
Pelaksanaannya
Indonesia menjalankan tahap infiltasi, selanjutnya melaksanakan operasi
Jayawijaya, tetapi sebelum terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah perintah
dari presiden untuk menghentikan tembak-menembak.
d. Akhir Konfrontasi
Surat perintah
tersebut dikeluarkan setelah ditandatangani persetujuan antara pemerintah RI
dengan kerajaan Belanda mengenai Irian Barat di Markas Besar PBB di New York
pada tanggal 15 Agustus 1962 yang selanjutnya dikenal dengan Perjanjian
New York.
Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Menlu Subandrio sementara itu Belanda dipimpin oleh Van
Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut berisi.
1) Kekuasaan pemerintah di Irian Barat untuk
sementara waktu diserahkan padaUNTEA(United Nations Temporary Executive
Authority)
2) Akan diadakan PERPERA (Penentuan
Pendapat Rakyat) di Irian Barat sebelum tahun 1969.
Untuk menjamin
Keamanan di Irian Barat dibentuklah pasukan penjaga perdamaian PBB yang
disebut UNSF (United Nations Security Force) yang dipimpin
oleh Brigadir Jendral Said Udin Khan dari Pakistan.
Berdasarkan
Perjanjian New York proses untuk pengembalian Irian Barat ditempuh melalui
beberapa tahap, yaitu :
1. Antara 1 Oktober -31 Desember
1962 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama Kerajaan Belanda.
2. Antara 1 Januari 1963- 1 Mei
1963 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama RI.
3. Sejak 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat
sepenuhnya berada di bawah kekuasaan RI.
4. Tahun 1969 akan diadakan act
of free choice, yaitu penentuan pendapat rakyat (Perpera).
Penentuan
Pendapat rakyat (Perpera) berarti rakyat diberi kesempatan untuk memilih tetap
bergabung dengan Republik Indonesia atau Merdeka.
Perpera mulai
dilaksankan pada tanggal 14 Juli 1969 di Merauke sampai dengan 4 Agustus 1969
di Jayapura. Hasil Perpera tersebut adalah mayoritas
rakyat Irian Barat menyatakan tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Hasil Perpera
selanjutnya dibawa oleh Diplomat PBB, Ortis Sanz (yang menyaksikan
setiap tahap Perpera) untuk dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24.
Tanggal 19
November 1969, Sidang Umum PBB mengesahkan hasil Perpera tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar