INDONESIA PADA MASA RIS DAN
DEMOKRASI LIBERAL
A. Masa Republik
Serikat
1. Latar Belakang Terbentuknya RIS
Pada
tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai penyelenggaraan konferensi
di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh beberapa utusan
daerah yang telah dikuasai Belanda. Konferensi Malino membahas pembentukan
Negara-negara bagian dari suatu Negara federal. Berawal dari konferensi
tersebut, Van Mook atas nama Negara Belanda mulai membentuk negara-negara
boneka yang tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah keberadaan
Republik Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan
Negara-negara bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini
merupakan perwujudan dari politik koloniall Belanda, yaitu devide et impera.
Sejak
kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta 6 Juli 1949, perundingan dengan BFO
yang telah dirintis di Bangka dimulai lagi. Yang dibahas dalam perundingan itu
adalah pembentukan pemerintah peralihan sebelum terbentuknya Negara Indonesia
Serikat. Kemudian pada tanggal 19-22 Juli 1949, diadakan perundingan diantara
kedua belah pihak, yang disebut konferensi antar Indonesia. Konferensi itu
memperlihatkan bahwa politik divide et impera Belanda untuk memisahkan
daerah-daerah di luar Republik dari Republik Indonesia, mengalami kegagalan.
Pada konferensi antar Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta itu
dihasilkan persetujuan mengenai bentuk Negara dan hal-hal yang bertalian dengan
ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat.
a. Negara
Indonesia Serikat disetujui dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan
federalisme.
b. RIS akan dikepalai seorang Presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
b. RIS akan dikepalai seorang Presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
c. Akan dibentuk
dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan sebuah dewan
perwakilan Negara bagian (senat). Pertama kali akan dibentuk dewan perwakilan
rakyat sementara.
d. Pemerintah
federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara
Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia.
Di bidang Militer
juga telah disepakati persetujuan sebagai berikut :
a. Angkatan
perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS.
b. Pertahanan
Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS; Negara-negara bagian tidak akan
memiliki angkatan perang sendiri.
c Pembentukan
Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia. Angkatan perang
RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS dengan inti angkatan perang RI (TNI),
bersama-sama dengan orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB, dan
territoriale bataljons.
d. Pada masa permulaan RIS Menteri Pertahanan dapat
merangkap sebagai Panglima Besar APRIS.
Konferensi
antar Indonesia dilanjutkan kembali di Jakrta pada tanggal 30 Juli sampai 2
Agustus 1949, dan dipimpin oleh Perdana Menteri Hatta yang membahas masalah
pelaksanaan dari pokok-pokok persetujuan yang telah disepakati di Yogyakarta.
Kedua belah pihak setuju untuk membentuk Panitia Persiapan Nasional yang
bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah KMB. Sesudah
berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dengan musyawarah di dalam konferensi
antar Indonesia, kini Indonesia siap menghadapi KMB.
Pada
tanggal 4 Agustus 1949, diangkat delegasi RI yang terdiri dari : Drs. Moh
Hatta, Mr. Moh Roem, Prof. Dr.Mr. Supomo, dr. J.Leimena, Mr. Alisastroamidjojo,
Ir. Juanda, Dr. Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Mr.
Abdul Karim, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Sumardi. Delegasi BFO di wakili
oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
Pada
tanggal 23 Agustus 1949 KMB dimulai di Den Haag. Konferensi selesai pada
tanggal 2 November 1949. Hasil Konferensi adalah sebagai berikut :
• Serah-terima
kedaulatan dari pemerintah koloniall Belanda kepada RIS kecuali Papua Bagian
Barat. Indonesia ingin agar semua daerah bekas jajahan Hindia Belanda menjadi
daerah Indonesia, sedangkan Belanda sendiri ingin menjadikan Papua bagian barat
Negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan
mengenai hal ini, karna itu pasal kedua menyebutkan bahwa Papua bagian barat
bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam
waktu satu tahun.
• Dibentuknya
sebuah persekutuan Belanda-Indonesia , dengan monarch Belanda sebagai Kepala
Negara.
•
Pengambilalihan hutang Hindia Belanda oleh RIS.
• Keradjaan
Nederland menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepada Republik
Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena
itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan
berdaulat.
• Republik
Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada
Konstitusinya; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
• Kedaulatan
akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949
• Pasukan
Belanda, KL, dan KM akan dipulangkan, sedangkan KNIL akan dibubarkan dan bekas
anggota KNIL diperbolehkan menjadi APRIS.
Hasil-hasil KMB
kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi. Selanjutnya pada tanggal 15
Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Presiden
Soekarno. Keesokan harinya Ir. Soekarno terpilih menjadi presiden RIS. Pada
tanggal 20 Desember 1949 Moh. Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri RIS.
Adapun pemangku jabatan Presiden RI adalah Mr. Asaat ( mantan Ketua KNIP ) yang
dilantik pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi
RIS dipimpin Moh. Hatta berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani naskah
pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Upacara penandatanganan naskah
pengakuan kedaulatan itu dilakukan bersamaan, yaitu di Indonesia dan Belanda
pada 27 Desember 1949. Dengan demikian, sejak saat itu RIS menjadi Negara
merdeka dan berdaulat, serta mendapat pengakuan internasional. Berakhirlah
periode perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2. Keadaan RIS dari Tahun
1949 – 1950
Republik
Indonesia Serikat (RIS) yang merdeka dan berdaulat adalah Negara hukum
demokratis yang berbentuk federal. RIS dlakukan oleh pemerintah federal bersama
parlemen dan senat. Wilayahnya meliputi seluruh daerah Indonesia yang terdiri
atas:
a.
Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur,
Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur dan
Negara Sumatera Selatan.
b.
Kesatuan poltik yang berkebangsaan yaitu Jawa Tengah
Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan
Tenggara dan Kalimantan Timur.
c.
Daerah-daerah
lain yang bukan daerah bagian.
Alat perlegkapan
RIS terdiri atas presiden, Dewan Menteri, Senat, Dewan perwakilam Rakyat,
mahkamah agung, dan dewan pemerksa keuangan. Parlemen terdiri atas 150 orang,
Senat sebagai perwakilan Negara-negara bagian adalah Badan Penasehat. Tiap
Negara bagian mengangkat 2 orang wakil di Senat.
Sementara
itu rakyat tidak setuju apabila Konstitusi RIS diberlakukan secara dominan.
Dalam keadaan rakyat yang kecewa, ada beberapa pihak yang mengambil kesempatan
tersebut dengan mengadakan suatu aksi pengacaan atau pemberontakan di beberapa
daerah.
Gerakan
pertama adalah aksi pengacauan oleh Westerling di daerah Sumatera Utara,
Sulawesi Selatan dan Bandung. Dalam melancarkan aksinya, Westerlint menyatakan
dirinya sebagai “Ratu Adil” dengan dalih untuk menyelamatkan RIS.
Pada
23 Januari 1950 Westerling menguasai Bandung dan merencanakan akan mengambil
alih pemerintahan di Jakarta. Pemberontakan berhasil ditumpas, namun Westerling
berhasil meloloskan diri. Melalui penyelidikan intelijen, Sultan Hamid II
terlibat dalam pemberontakan ini. Ia menentang masuknya TNI ke Negara Bagian
Kalimantan Barat dan tidak mau mengakui menteri pertahanan RIS, Sultan
Hamengkubuwono IX.
Di
Makasar terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis yang semula menolak
peleburan anggota-anggota KNIL ke dalam APRIS. Pemberontakan ini berhasil
dipadamkan oleh pasukan APRIS. Andi Azis menyerahkan diri dan ia dijatuhi
hukuman 14 tahun penjara oleh Panglima Tentara di Yogyakarta.
Di
Maluku Selatan, timbul pemberontakan pimpinan Dr. Soumokil, bekas jaksa agung
NIT. Pada tanggal 25 April 1950 ia memproklamasikan berdirinya Republik Maluku
Selatan (RMS). Pemerintah mengirimkan dr. Leimena untuk menyelesaikan masalah
tersebut secara diplomatik. RMS menolak untuk berunding. Akhirnya pemerintah
membentuk ekspedisi di bawah pimpinan Kol. Kawilarang untuk menumpas RMS. Pada
tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan menguasai
pulau Ambon. Pemberontakan berhasil dipatahkan namun beberapa tokohnya
melarikan diri ke Belanda, kemudian membentuk “Pemerintah buangan”.
Ketiga
pemberontakan yang terjadi selama masa pemerintahan RIS merupakan suatu keadaan
yang memang dipersiapkan oleh Belanda untuk mengacau RIS melalui kekuatan
militernya. Kondisi ini akan menimbulkan suatu anggapan pada dunia
internasional bahwa RIS tidak dapat memelihara keamanan di wilayahnya.
Persoalan
lain yang dihadapi Pemerintah RIS adalah adanya desakan dari rakyat di beberapa
Negara bagian untuk segera dapat bergabung dengan RIS dan mengubah bentuk
Negara. Kebijaksanaan pemerintah dalam hal ini didasarkan pada konstitusi
sementara yang terbentuk sebagai hasil persetujuan bersama, di mana pemerintah
telah berjanji untuk menjalankan dan memelihara peraturan yang tercantum dalam
onstitusi RIS. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kebijakan politik dalam
negerinya terutama menyangkut perubahan bentuk kenegaraan RIS, pemerintah harus
berpegang pada ketentuan-ketentuan Konstitusi
Sementara
itu, negara bagian yang menghendaki adanya perubahan bentuk Negara itu antara
itu antara lain NIT. Dalam rapat istimewa yang terjadi pada bulan Maret 1950,
di mana partai-partai politik dan organisasi yang mewakili rakyat Indonesia
Timur telah mengeluarkan suatu pernyataan:
a.
Rakyat Indonesia Timur tidak setuju dengan adanya NIT,
karena NIT adalah ciptaan Van Mook;
b.
Rakyat Indonesia Timur adalah rakyat Indonesia yang
setia pada kemerdekaan 17 Agustus 1945;
c.
Republic Indonesia adalah ciptaan Rakyat Indonesia
sendiri bedasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945;
d.
Dalam mempertahankan isi Proklamasi 17 Agustus 1945,
rakyat Indonesia Timur tetap menganggap Irian adalah suatu daerah Republik
Indonesia yang harus direbut kembali.
Selain NIT, dewan
Bangka menyatakan setuju dengan segala resolusi dan mosi-mosi yang menuntut
pemasukan daerah otonom Bangka ke dalam Republik Indonesia. Di Madura muncul
suatu tuntutan dari fraksi Indonesia dan Fraksi Islam dalam DPRS Madura yang
menuntut agar Madura hendaknya digabungkan dalam Republik. Hal yang serupa
dilakukan oleh Negara Sumatera Selatan.
RIS
dihadapkan pada persoalan keuangan Negara. Sesuai dengan hasil keputusan KMB
bahwa Repulik harus menanggung semua hutang, baik hutang dalam negeri maupun
hutang luar negeri yang merupakan warisan dari pemerintah Hindia-Belanda. Untuk
mengatasi kesulitan di bidang keuangan, RIS mengambil jalan:
a.
Mengadakan rasionalisasi dalam susunan Negara dan dalam
badan-badan serta alat-alat pemerintahan;
b.
Menyelidiki secara lebih baik dan teliti mengenai anggaran
Negara-negara bagian;
c.
Mengintensiveer pemungutan berbagai iuran dan cukai;
d.
Mengadakan pajak baru;
e.
Mengadakan pinjaman nasional.
Masalah berikutnya
yang dihadapi oleh Pemerintah RIS adalah mengenai persoalan “Negara Hukum”.
Langkah pertama dalam lapangan kehakiman ialah mempelajari keadaan tata hokum
Indonesia pada waktu penyerahan kedaulatan, terutama menyelidiki bagian hokum
mana yang masih berlakumenurut Konstitusi RIS, dan bagian hokum mana yang telah
hilang kekuatannya terkait dengan penyerahan kedaulatan. Ini akan diselidiki
pula, hokum mana yang harus segera dicabut, diubah atau diganti terkait dengan
RIS.
Masalah terakhir adalah angkatan perang. TNI merupakan inti dari Angkatan Perang RIS. Maka dalam persetujuan KMB mengenai persoalan tentara yang disebut hanya persoalan reorganisasi KNIL. Masalah ini pula yang turut menyebabkan pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis.
Masalah terakhir adalah angkatan perang. TNI merupakan inti dari Angkatan Perang RIS. Maka dalam persetujuan KMB mengenai persoalan tentara yang disebut hanya persoalan reorganisasi KNIL. Masalah ini pula yang turut menyebabkan pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis.
3. Akhir Pemerintahan RIS
Negara RIS buatan
Belanda tidak dapat bertahan lama karena muncul tuntutan-tuntutan untuk kembali
ke dalam bentuk NKRI sebagai perwujudan dari cita-cita Proklamasi 17 Agustus
1945. Gerakan menuju pembentukan NKRI mendapat dukungan yang kuat dari seluruh
rakyat. Banyak Negara-negara bagian satu per satu menggabungkan diri dengan Negara
bagian Republik Indonesia.
Pada
tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan memutuskan untuk
menyerahkan kekuasaannya pada RI. Tindakan semacam ini dengan cepat dilakukan
oleh Negara-negaa bagian lainnya ynag cenderung untu menghapuskan Negara-negara
bagian dan menggabungkan diri ke dalam RI. Pada akhir Maret 1950, hanya tersisa
empat Negara bagian dalam RIS, yaitu Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Negara
Indonesia Timur, dan Republik Indonesia. Pada akhir April 1950, maka hanya
Republik Indonesia yang tersisa dalam RIS.
Penggabungan Negara-negara bagian ke dalam RI menimbulkan persoalan baru khususnya dalam hubungan luar negeri. Hal ini karena RI hanya Negara bagian RIS, hubungan luar negeri yang berlangsung selama ini dilakukan oleh RIS. Sehingga peleburan Negara RIS ke dalam RI harus dihindari untuk menjamin kedaulatan negara. Solusinya adalah RIS harus menjelma menjadi RI.
Penggabungan Negara-negara bagian ke dalam RI menimbulkan persoalan baru khususnya dalam hubungan luar negeri. Hal ini karena RI hanya Negara bagian RIS, hubungan luar negeri yang berlangsung selama ini dilakukan oleh RIS. Sehingga peleburan Negara RIS ke dalam RI harus dihindari untuk menjamin kedaulatan negara. Solusinya adalah RIS harus menjelma menjadi RI.
Setelah
diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk membahas penyatuan
negara, pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan RI menandatangani Piagam
Persetujuan pembentukan Negara kesatuan. Pokok dari isi piagam tersebut adalah
kedua belah pihak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya melaksanakan
pembentukan Negara kesatuan berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rapat-rapat
antara pemerintah RIS dan RI mengenai Negara kesatuan semakin sering dilakukan.
Setelah rapat mengenai Pembagian daerah yang akan merupakan wilayah NKRI, maka
pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat gabungan yang terakhir dari DPR dan
Senat RIS di mana dalam rapat ini akan dibicarakan “piagam pernyataan”
terbentuknya NKRI oleh Presiden Soekarno. Setelah pembacaan piagam pernyataan
terbentuknya NKRI, maka dengan demikian secara resmi Negara Kesatuan RI
terbentuk kembali pada tanggal 17 Agustus 1950.
B. MASA
DEMOKRASI LIBERAL
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi
yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini
bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16
Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti
bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang
sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa
berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI &
Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering
menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan
keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
- Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
- Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
- Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
- Perdana Menteri diangkat oleh Presiden
1. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
a. KABINET
NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan
kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin
Oleh : Muhammad
Natsir
Program
:
1.
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2.
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3.
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4.
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5.
Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Hasil
:
Berlangsung
perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah
Irian Barat.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
-
Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
-
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan
mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET
SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan
kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin
Oleh: Sukiman
Wiryosanjoyo
Program
:
- Menjamin keamanan dan ketentraman
- Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
- Mempercepat persiapan pemilihan umum.
- Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil
:
Tidak
terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi
perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
- Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan Sukiman tersebut dipandang
telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih
condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok
barat.
- Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
- Masalah Irian barat belum juga teratasi.
- Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. KABINET
WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam biangnya.
Dipimpin
Oleh : Mr.
Wilopo
Program :
- Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
- Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Hasil : -
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
- Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
- Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
- Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
- Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen
dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah mosi tidak percaya dan
menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam
kebijakan KSAD.
Inti peristiwa ini adalah gerakan
sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
- Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Intinya peristiwa Tanjung Morawa
merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar
mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Akibat
peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.
d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31
Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini
merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin
Oleh : Mr. Ali
Sastroamijoyo
Program
:
- Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
- Pembebasan Irian Barat secepatnya.
- Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
- Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil
:
- Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
- Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi
:
- Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
- Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
- Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
- Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
- Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Nu menarik
dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah
yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12
Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dipimpin
Oleh : Burhanuddin Harahap
Program
:
- Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
- Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
- Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil
:
- Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
- Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
- Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
- Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
- Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
Banyaknya
mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu
tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun
jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen
yang baru pula.
f. KABINET
ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini
merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin
Oleh : Ali
Sastroamijoyo
Program
:
Program
kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program
jangka panjang, sebagai berikut.
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
- Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
- Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
- Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu
program pokoknya adalah,
- Pembatalan KMB,
- Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
- Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil
:
Mendapat
dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning
and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
- Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
- Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
- Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
- Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
- Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Mundurnya
sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5
Juli 1959)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun
Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan
antara partai politik.
Dipimpin
Oleh : Ir. Juanda
Program
:
Programnya
disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
- Membentuk Dewan Nasional
- Normalisasi keadaan Republik Indonesia
- Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
- Perjuangan pengembalian Irian Jaya
- Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi
pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi
masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil
:
- Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
- Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
- Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
- Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
-
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat.
Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
-
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
-
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah
tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Berakhir
saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah
babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
2. KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA
LIBERAL
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi
Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi
kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan
tersendat-sendat.
Faktor yang
menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
- Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
- Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
- Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
- Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
- Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
- Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
- Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
- Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
- Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
- Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah
jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
a.
Mengurangi jumlah uang yang beredar
b.
Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara
masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
-
Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
3. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK
MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum
berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya
pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
a. Gunting
Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering).
Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya
tinggal setengahnya.
Kebijakan
ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan
SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit
anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena
yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas
atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan
pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat
pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha
pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat
sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro
Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah
struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan
ekonomi Indonesia). Programnya :
-
Menumbuhkan
kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
-
Para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
-
Para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan
kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan
berkembang menjadi maju.
Gagasan
Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng
dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi
tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan
pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
Ø Para pengusaha pribumi tidak dapat
bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
Ø Para pengusaha pribumi memiliki
mentalitas yang cenderung konsumtif.
Ø Para pengusaha pribumi sangat
tergantung pada pemerintah.
Ø Para pengusaha kurang mandiri untuk
mengembangkan usahanya.
Ø Para pengusaha ingin cepat
mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
Ø Para pengusaha menyalahgunakan
kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka
peroleh.
Dampaknya
program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun
sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono
memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari
golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai
produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir
tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian
kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat
pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan
biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada
tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
d. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq
Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program
ini adalah
- Untuk memajukan pengusaha pribumi.
- Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
- Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
- Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi
sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi
khususnya Cina.
Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
- Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
- Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
- Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.
Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
-
Pengusaha
pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih
berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
-
Indonesia
menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
-
Pengusaha
pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
e.
Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi
ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia
dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada
tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek,
yang berisi :
-
Persetujuan
Finek hasil KMB dibubarkan.
-
Hubungan
Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
-
Hubungan
Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani,
sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956,
Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara
sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan
Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya :
Banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum
mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
f. Rencana Pembangunan Lima Tahun
(RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat
singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan
ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya
pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program
jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan
membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang
Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir.
Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara
tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957
sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan
(Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan
karena :
-
Adanya
depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan
awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
-
Perjuangan
pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
-
Adanya ketegangan
antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan
ekonominya masing-masing.
g.
Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara
pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan
Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap
adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana
pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana
pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
Ø Adanya kesulitan dalam menentukan
skala prioritas.
Ø Terjadi ketegangan politik yang tak
dapat diredakan.
Ø Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Dan membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
Ø Memuncaknya ketegangan politik
Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi
bersenjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar